WAJAH IPMALAY 3

Kamis, 13 Maret 2008

WAJAH IPMALAY 3

“Manusia Pejuang Vs Manusia Bayaran’’
buah fikir seorang sahabat berfikir Rukman, feb ‘05

Manusia adalah kesatuan wujud yang sangat unik dan kompleks. Banyak hal yang membedakannya dengan makhluk lainnya di jagad ini, baik di lihat dari segi bentuk maupun fungsi. Dari bentuknya yang tidak ada manusia dilahirkan sama menampakkan betapa kompleksnya hasil evolusi dari perkawinan antara gen Adam dan Hawa. Hasil adaptasi dengan alam menghasilkan budaya serta perilaku yang berbeda. Perkembangan manusia selanjutnya sangat dipengaruhi oleh kemampuannya (akal pikiran) yang memang sangat berbeda dari segala makhluk yang ada di bumi dari golongan yang sangat renik (baca; virus) sampai mamalia bahkan dari golongan Cordata sekalipun yang diduga oleh para ahli memiliki hubungan kekerabatan yang paling dekat dengan manusia. Ilmu pengetahuan antariksa menprediksi bahwa di planet Mars di huni oleh makhluk yang lebih cerdas dari manusia, namun belum ada bukti sampai saat ini, manusia telah mengirimkan satelit penjelajah sampai ke sana, tetapi belum ada utusan dari Mars yang sampai di bumi. Bukan saja teknologi canggih saja yang menandai kehebatan manusia, tetapi banyak hasil karya manusia dalam bentuk pemikiran atau pahan, dari paham yang sangat humanis sampai paham-paham yang sangat ekstrem bahkan mengarah pada sesat pikir.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi selayaknya berpikir kembali akan peran dan tanggung jawab yang telah di bebankan kepadanya. Di satu sisi manusia telah mengukir sejarah yang sangat mengagumkan, tetapi terkadang kita tidak percaya bahwa sesungguhnya manusia telah menyebabkan kerusakan yang teramat sangat besar. Bukan saja kerusakan alam secara fisik, tetapi yang sangat besar adalah kerusakan pikiran, manusia mulai samar dalam menentukan garis batas antara hak dan kewajiban, serta semakin kesulitan dalam membentuk pola hubungan interaksi sosial yang sehat dan manusiawi antara manusia dengan manusia secara pribadi, interaksi antara kelompok dengan kelompok, interaksi bangsa dengan bangsa. Kita telah mengenal banyak cara dan banyak wadah yang dapat kita gunakan untuk saling berinteraksi (mungkin kita tidak bermasalah dengan wadah), tetapi apakah di dalam wadah tersebut kita bisa menemukan apa yang kita cari?, kebenaran?, keadilan?, kemerdekaan? dan lain-lain yang tercabut dari akar kemanusiaan kita?. Cukupkah agama dalam membentuk pribadi manusia yang sadar akan kemanusiaannya, mampukah Presiden 2004/2009 sebagai hasil pemilu paling demokratis di dunia membawa bangsa ini ke pada perubahan yang cepat dan mendasar, berpihak pada kepentingan rakyat? Dalam pentas dunia bisakah PBB dijadikan lembaga yang independen dalam menyelesaikan konflik internasional. Kita semakin sulit menemukan wadah yang benar-benar bebas dari kepentingan, yang hanya memperjuangkan kebenaran seperti yang terikrar pada saat pendiriannya?
Mari kita susun kembali pikiran-pikiran kita untuk menemukan kebenaran yang mendasar, kebenaran yang tanpa dibelengu oleh berbagai pikiran-pikiran sempit, kebenaran yang terbebas dari kepentingan sekelompok orang. Sepanjang zaman kebenaran selalu di temukan melalui jalan filsafat, dengan membangkitkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendasar dan muncul dari kondisi kejiwaaan yang bening, bebas dari tujuan apapun selain untuk menemukan kebenaran itu sendiri. Setelah kita menemukan jawaban-jawaban yang paling mendasar diharapkan kita akan memiliki dasar untuk bertolak menuju jalan yang lurus dan menerus.
Setiap manusia mempunyai keinginan dan ambisi untuk menjadi berbeda dan lebih dari orang lain, berpengetahuan lebih, berkarya lebih, berpartisipasi lebih, memiliki kepedulian lebih, yang intinya ingin memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Namun tidak jarang dalam mencapai ambisi tersebut tanpa disadari atau mungkin kita sengaja, kita telah melakukan perbuatan yang jauh dari etika dan moral.
Dari sejak dilahirkan alam telah mengkondisikan manusia untuk berjuang mengatasi segala bentuk hambatan yang ditimbulkan oleh keterbatasan pisik, indra, pikiran, emosi, mental kejiwaan dan lain sebagainya. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut diperlukan usaha yang keras dan tidak mengenal henti disertai dengan kontrol diri yang tinggi. Melalui kontrol diri yang baik akan lahir sebuah kesadaran nurani yang dibangkitkan dari energi positif yang ada dalam jiwa kita. Dengan kesadaran nurani ini setiap bentuk ambisi akan diperjuangkan dengan cara yang manusiawi dan bertujuan untuk mengangkat harkat dan nilai kemanusiaan tanpa menghianatinya walau dengan cara yang terselubung. Hanya dengan mencapai kesadaran nurani yang tinggi seorang benar-benar bisa menjadi manusia pejuang. Seorang yang benar-benar manusia pejuang tidak akan tinggal diam ketika saudaranya, sesamanya, ataupun manusia lain walaupun berada di dunia lain sekalipun dirampas hak hidupnya, dimarginalkan dengan berbagai cara yang di kemas dengan baju modernitas, dieksploitasi sumberdaya alamnya. Manusia pejuang selalu berusaha memunculkan kesadaran ditengah-tengah lingkungannya, kesadaran untuk terus melawan setiap bentuk penjajahan sehingga tidak ada lagi manusia-manusia yang tertindas di muka bumi ini.
Disetiap perjalanan sejarah yang selalu terekam oleh waktu, kita dapat melihat bahwa begitu banyak orang yang menyuarakan kemanusiaan, orang yang memiliki konsep-konsep sistematis dan logis dari setiap persoalan yang tumbuh subur dalam tatanan sosial masyarakat kita, mereka siap naik pentas untuk bertarung dengan mengerahkan semua kemampuannya untuk memenangkan pertarungan. Setiap pertarungan pasti harus ada yang jadi pemenang dan harus ada yang kalah. Namun bagaimana jika diantara petarung-petarung itu hanya siap untuk jadi pemenang, mereka tidak siap untuk menerima kekalahan. Dengan berbagai alasan menyangkal hasil akhir pertandingan. Mungkin ini sedikit fakta dari proses demokrasi yang baru saja terjadi di negeri ini. Agenda sakral yang harus dilaksanakan oleh bangsa ini, yang tidak boleh gagal, yaitu memilih siapa yang berhak atas plat dengan nomor INDONESIA 1 ternyata masih menyisahkan sedikit kelucuan dari masa kanak-kanak kita Sikap-sikap yang di pertontonkan setelah pertarungan usai seakan membuat cacat proses panjang yang melelahkan, yang telah mempertaruhkan soliditas masa sampai ke tingkat akar rumput, komunitas yang sangat awam dan rawan terhadap perubahan-perubahan isu-isu sentral. Kita semua tahu bahwa tidak ada satu pejuangpun yang benar-benar berjuang dengan kejujuran penuh, dengan niatan tulus 100 % memperjuangkan kepentingan rakyat!!! Sesungguhnya kedewasaan itu malah dicontohkan oleh rakyat dari golongan sudra, golongan yang jauh dari pemahaman demokrasi, segmen yang hanya mengikuti harapan bahwa suatu saat para petarung mampu menggulirkan perubahan yang memang di tunggu-tunggu. Mengapa rakyat kita lebih berhak untuk disebut sekedar sebagai guru yang bijak? Sesungguhnya mereka telah mengetahui (rahasia umum), bahwa memang tidak ada yang bermain dengan kejujuran penuh, yang berarti sedikit ada kelalaian untuk mematuhi aturan dari para pejuang idola kita, tetapi dengan antusias mereka dapat mengesampingkan hal-hal seperti itu, dan pada akhirnya rakyat kita tetap nyoblos. Sungguh hal yang luar biasa, seharusnya para pejuang yang bermain di level atas mampu membaca fenomena ini, dan kalau mereka tahu mungkin mereka akan tersenyum malu, atau mungkin mereka akan mengerutkan dahi dan seraya bertanya apa benar rakyat secerdas dan sebijak itu dalam bersikap? Wahai para bapak bangsa mulailah untuk menari bersama melodi yang didendangkan dari nurani rakyat walau mengalun dari puncak gunung yang sunyi, minumlah dari cawan yang berisi air derita berkepanjangan mereka, singgahlah di peristirahatan rakyatmu yang terbuat dari balai bambu, yang tersembunyi di lorong-lorong gua yang tak terusik oleh dering ponsel. Wahai sang pemenang pertanggung jawabkanlah setiap ide-ide luhurmu, pemikiran-pemikiran cemerlangmu, wujudkanlah janji-janjimu. (hati-hati dap?!! tulisanne mulai ngawurrrr, jangan asal kritik...).
Bagi pejuang yang belum beruntung, hendaknya berlapang dada, proses demokrasi tidak selayaknya menghasilkan pemenang atau pihak yang kalah, tetapi menjadi sebuah sistem yang paling adil yang diakui sebagian besar umat di bumi untuk melakukan pergantian pengemban amanat rakyat. Baik yang meraih nomor plat INDONESIA 1 ataupun yang belum beruntung semuanya adalah para anak bangsa yang memiliki cita-cita untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan bemoral. Tidaklah kita harapkan bila masing-masing tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh ini kemudian masih tidak puas dengan apa yang terjadi. Harus diakui bahwa ketika pesta demokrasi berlangsung kekuatan rakyat terdiferensiasi menurut arah pemikiran yang di kehendaki, terkotak-kotak atau mungkin saling bertentangan satu dengan lainnya. Sekarang kita harus memandang ke depan, semua kita menginginkan perubahan yang positif, oleh karena itu migrasi pemikiran menjadi sangat penting artinya dalam mempersatukan kembali semua elemen dan kekuatan yang beragam tanpa dengan maksud melakukan proses fusi yang membunuh keanekaragaman.
Bila semua elemen dapat solid mungkin kita akan mendapatkan kekuatan dengan kadar 100 % (kekuatan positif untuk membangun), yang sangat ampuh dalam membenahi kondisi rumah nusantara kita. Kekuatan itu akan muncul bila setiap elit berusaha untuk turut menjadi agen perubahan, dengan mendukung pemegang kepercayaan rakyat tanpa melupakan peran kontrol. Kondisi yang sering kita temukan pasca pesta demokrasi adalah munculnya oposisi-oposisi yang mencari kelemahan yang dijadikan alat untuk berusaha membangkitkan opini ketidakpercayaan publik. Berawal dari sini instabilitas politik terjadi, kondisi seperti ini menjadi sangat baik sekali untuk bermain, membaca peluang dan kemungkinan yang dapat dijadikan pintu masuk ke ruang konflik dan kemudian menempati posisi-posisi lemah lawan. Kita semua harus mewaspadai orang-orang seperti ini, orang yang berjuang tanpa landasan yang jelas, pejuang yang hanya mencari keuntungan pribadi. Pejuang yang hanya mempedulikan posisi kelompok dan golongan. Pejuang-pejuang palsu begitu banyak di negeri yang kita cintai ini, termasuk di dewan terhormat DPR. Bayangkan sikap mereka yang melakukan aksi boikot-boikotan sidang, sepertinya mereka tidak berpikir kalau mereka adalah mewakili seluruh rakyat negeri ini, sungguh memalukan untuk kualitas dan kapasitas sebagai utusan yang menjadi penyambung lidah rakyat. Ketika didudukan di kursi yang paling banyak diinginkan oleh setiap orang di republik ini (di samping kursi WHO WANT’s TO BE A MILIONARE), di bayar dengan ‘RP’ besar, posisi dan legitimasi jelas diakui, tetapi ternyata masih mengabaikan peran dan tanggungjawabnya, kata apa yang pantas untuk menyebut orang-orang seperti ini???,
Sungguh bijak jika kita semua berpikir bahwa ada tujuan yang luhur dan mulia yang ingin kita capai bersama, perjuangan yang kita lakukan tidak harus dibayar dengan imbalan berupa apapun dalam bentuk apapun, apalagi sesuatu yang berwujud meterial atau bahkan kedudukan tinggi, tetapi pejuang sejati akan mendapatkan kepuasan batin yang luar biasa karena dapat memberikan apa yang ada pada dirinya untuk bangsa ini. Sekali-kali tidaklah berarti apa-apa bila perjuangan kita hanya untuk mengharapkan bayaran. Perjuangan yang di jalankan oleh ambisi ‘’fight & take’’ akan menjadi kekuatan penghancur yang lambat laun akan meruntuhkan segala apa yang telah kita bangun bersama, apa yang diperjuangkan oleh para pendahulu kita dengan tetesan darah dan air mata, yang tidak dapat dinilai dengan apapun juga.
Mari kita semua sepakat jika kita benar belum MERDEKA........!! Dan harus kita akui bahwa untuk meraih kemerdekaan intu akan manjadi semakin berat sebab lawa-lawan yang kita hadapi memakai baju yang sama, mereka adalah saudara-saudara sebangsa kita sendiri, yang berada di satu tenda, yang sama-sama meneriakkan reformasi atau jika masih kurang, revolusi.
Mari kita bersama-sama meragukan komitmen kita, meragukan ketulusan kita, meragukan kemampuan kita, meragukan hasil perjuangan kita, meragukan tujuan yang kita kejar, meragukan kebenaran jalan yang kita lalui. Teruslah pertanyakan pada nurani, karena kita bersandar pada indera yang hanya menangkap segalanya dengan semu, bukan yang sejati. Biarkan jiwa kita mengembara biarkan pikiran kita sesat sesaat tapi hati kita sesungguhnya mengejar keyakinan yang hakiki. Dari proses meragukan itu semoga mengalir gairah untuk terus berproses, terus berusaha mencari terminal terakhir dimana kebenaran ada, walau sampai akhir napas kita.
Wallahuallam.............................

0 komentar:

 
IPMALAY © 1988 | Designed by Lingkar Dalam Febri, in collaboration with IPMALAY | Ayo Update Kegiatan IPMALAY Dari Sini, Selamat Membaca