Jogja, peristirahatan yang tak pernah istirahat

Kamis, 13 Maret 2008

Jogja, peristirahatan yang tak pernah istirahat...
Materi termuat Buletin IPMALAY 05


Nikmati bersama suasana jogja……
Awalnya adalah pesanggrahan untuk istirahat para raja mataram. Perkembangan zaman menyulapnya menjadi kota tak pernah istirahat.
Ketika kerajaan mataram belum terbagi dua, jogja adalah kota kecil yang indah dan pesanggrahan Garjitiwati milik penguasa waktu itu, sri susuhunan Amangkurat jawi. Setelah sri susuhunan Paku Buwono II bertahta, nama pesanggrahan itu berganti menjadi Ngayogya.
Sejak ditemukan oleh para pendirinya, kawasan hutan beringin di selatan Gunung Merapi ini memang dijadikan peristirahatan Raja Kartasura. Sampai munculnya perjanjian Gianti tahun 1775 yang membagi mataram menjadi dua, sekaligus menjadi awal pembangunan ibu kota kerajaan Ngayogya Adiningrat.
Kerajaan baru yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I ini, dibangun dengan konsep kosentris yang menempatkan kraton sebagai negara agung dan pusat pemerintahan kerajaan. Di sekeliling kraton terdapat alun-alun, pasar, benteng, penjara, masjid, dan pemukiman penduduk.
Penataan kota jogja selain memperhitungkan fungsi tiap bagian kota juga memiliki makna simbolis. Misalnya, ditengah alun-alun terdapat sepasang beringin yang terkurung dan terpisah, menggambarkan manunggaling kawula gusti. Maknanya peringatan bagi raja agar menjalankan kerajaan dengan adil.
Hingga sekarang sebagian tata kota kraton masih berfungsi dan diperthankan keberadaanya. Tapi sebagian sudah tinggal kenangan karena harus bersaing dengan budaya populer yang menyerbu jogja dengan ganas.
Persaingan antara budaya barat dan kraton menjadi realitas cepat atau lambat akan merubah wajah jogja. Kebudayaan kraton yang sejak awal dijadikan simbol perwujudan budaya jawa, melawan barat yang identik dengan peradaban kapitalis.
Ibarat petinju, pertama-tama peradaba kapitalistik menyarangkanpukulan mautnya keperut orang jogja. Restoran-restoran cepat saji, seperti Kentucky Fried Chicken, MC Donals,Pizza Hut, dan Dunkin Donuts, menjadi sarana mengubah pola dan gaya hidup orang jogja. Berbeda dengan makan dilesehan yang membolehkan pengunjung ngobrol sampai larut tanpa menghiraukan waktu, direstoran – restoran dunia itu makan benar – benar menjadi sekedar aktivitas rutin yang harus segera diselesaikan.
Sebuah budaya barat lainnya yang turut mengubah wajah jogja adalah makin maraknya mal, supermarket dan kafe yang dengan cepat telah membuar sebagian jogja menjadi seperti yang sering muncul disinetron – sinetron indonesia.
Disisi lain, jogja telah menjelma menjadi kesibukan rutin dari siang hingga malam. Jalan – jalan beraspal tak pernah sepi dari kendaraan bermotor dan orang – orang.
Jalan malioboro, salah satu trade mark jogja, bahkan nyaris tidak pernah sepi. Pedagang, pelancong, pelajar, dan pencari hiburan memadati jalan legendaris ini. Kini, jogja menjadi kota yang tidak mengenal kata istirahat.

Nikmati bersama suasana jogja……
Ritual budaya
Belajar budaya jawa belum lengkap tanpa menyaksikan berbagai ritual khas jogja. Ritual kahs jogja yang sering dirayakan besar – besaran antara lain Grebeg Sekaten dan Labuhan. Grebeg dilakukan 3 kali setahun yaitu ; Grebeg besar yaitu pada hari raya idul adha, Grebeg sawal pada hari raya Idul Fitri dan Grebeg maulud untuk memperingati hari kelahiran nabi Muhammad yang juga dimeriahkan dengan sekaten tiap tanggal 5-11bulan maulud. Labuhan untuk memperingati hari lahir raja jogja, Sri Sultan Hamengku Buwono.
Selain itu ada Sendaratari Ramayana di Candi Prambanan, Mubeng Benteng, Jamasan ( pencuci kraton), ngurasenceh dimakam raja – raja imogiri, Upacara Bekakak di Gamping, Tumplak Wajik ( dua hari sebelum Grebeg ) dan saparan. Banyak khan?
Malioboro
Sebutan lamanya adalah “Dari teteng sepur sampai stopan gantung”. Malioboro menjadi saksi perjalanan aktivitas wong jogja. Dulu,..pernah jadi café terpanjang”. Orang bisa makan sambil menikmati orkestra jalanan, nongkrong wedangan sambil berdiskusi urusan asmara, kesenian sampai politik.
Kini, malioboro jadi pusat kegiatan ekonomi. Orang ke malioboro kebanyakan hanya ingin belanja. Romantisme lesehan malam hari sering mendapat banyak keluhan dari orang yang kaget ketika disodoro nota. Bagaimanapun, malioboro masih jadi daya tarik jogja.
Nonton film
Jogja tinggal punya 4 buah bioskop. Kondisi ini sering dimanfaatkan mahasiswa untuk membuat bioskop kampus. Dengan tiket masuk antara Rp 1500 sampai Rp 2000, kamu bisa menikmati film terbaru lewat layar lebar. BPA sospol, KPTU Teknik dan LAKFIIP adalah tempat pemutaran Film di lingkungan kampus.
Pemutan film sering juga digelar di Gedung Societet Militer, lembaga indonesia perancis, PPG kesenian serta gedung pertunjukan kompleks ISI jogja.
Pasar
Selain Bringharjo dan Kranggan sebagai pasar utama, dijogja ada pasar buku yang populer dengan sebutan Shopping Center. Ada juga pasar hewan di Kuncen. Pasar burung di Ngasem. Pasar sepeda di Terban.
Kalau ingin cari barang bekas, ada pasar klitian yang dapat dijumpai di Pasar Bringharjo, Asem Gede, jalan Diponegoro dan jalan Mnagkubumi pada malam hari. Ada pula pasar kembang, tapi jangan harap kamu temukan kembang disana.
Makanan
Satu yang perlu dipersiapkansebelum tiba di kota Jogja adalah membiasakan lidahmu dengan rasa manis. Hampir semua warung masakannya berasa manis, apalagi yang khusus menyuguhkan masakan jogja seperti Gudeg. Bila kamu ingin mencicipi Gudeg, tak perlu bingung mencarinya. Gudeg tersedia dipasar tradisional, penjaja keliling, warung sampai restoran.
Selain Gudeg, masih ada makanan khas berasa manis lainnya seperti tiwul, gatot, sawut klepon, getuk, bakpia, geplak, wingko babad dan yangko.
Kotagede
Terkenal dengan sebutan kota perak karena sejak dulu banyak pengrajin perak.

0 komentar:

 
IPMALAY © 1988 | Designed by Lingkar Dalam Febri, in collaboration with IPMALAY | Ayo Update Kegiatan IPMALAY Dari Sini, Selamat Membaca