UU Pemekaran Labuhanbatu

Rabu, 22 Oktober 2008 1 komentar



IPMALAY pasca pemekaran Labuhanbatu?

Let us thinkin' 'bout it...


UU Pemekaran LB Selatan


UU Pemekaran LB Utara

IPMALAY

Selasa, 16 September 2008 1 komentar

IPMALAY
Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Labuhanbatu di Yogyakarta
-Defenisi Pribadi – Identifikasi Diri-
by:Amri

Lost of identity : Terminologi yang pasti akan dihindari bagi orang yang memiliki karakter tangguh dan utuh. Oleh karenanya tidak tanggung-tanggung para pakar kepribadian menjadikannya sebagai syarat kesuksesan seseorang dengan porsi 50%. Artinya jika seseorang telah dapat mengetahui identitas pribadinya maka ia telah memperoleh kesuksesannya, dan 50% factor lainnya dipengaruhi oleh entitas diluar pribadinya (external entity) termasuk organisasi.

Melalui proses identifikasi yang panjang, dari sudut yang komprehensif, melihat premis-premis yang dimiliki, merenungkan berbagai bentuk evidence yang menjadi output tingkah laku diri maka dapat diperoleh konklusi bahwa identitas pribadi saya adalah………………….(anda lebih tahu diri anda sendiri).

Untuk selanjutnya, sebagai manusia yang tidak bisa hidup tanpa memerlukan bantuan orang lain menjadi sangat wajar jika kemudian mencari external entity (organisasi) yang mampu memenuhi kekurangan pribadi hingga menjadi sempurna. Pendapat Ibn Khaldun akan lebih menguatkan kita memahami hal ini, “sesungguhnya organisasi kemasyarakatan (istima’ insani, Ar) umat manusia adalah satu keharusan”, demikian Ibn Khaldun dalam karya-nya Muqaddimah.

IPMALAY sebagai organisasi

External Entity besar pengaruhnya dalam membentuk identitas pribadi seseorang. “Berendam dalam lumpur maka akan keluar kotor berlumpur, berendam di air jernih maka akan bersih”. Begitu kira-kira ilustrasi jika terkoneksi dengan external entity.
IPMALAY (Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Labuhanbatu) jika kita lihat anatomi katanya yang sekaligus mengandung nilai-nilai (values) maka akan ada beberapa poin yang perlu untuk dipahami.

Collecting

IPMALAY mempunyai fungsi menyatukan sekaligus mepertahankan entitas-entitas yang ada didalamnya. Ungkapan ini bisa kita simpulkan dari kata ikatan yang juga merepresentasikan persamaan, persaudaraan yang erat, hal ini sekaligus menjadi modal moral (moral capital) bagi entitas-entitas yang ada didalamnya untuk bekerjasama menutupi kekurangan yang ada, menghadapi permasalahan yang ada hingga sama-sama mencapai tujuan bersama. Sistem yang utuh tidak akan dapat terwujud apalagi terlaksana tanpa didasari dengan tanggungjawab bersama dengan nilai-nilai persaudaraan, sebaliknya persaudaraan dapat menyempurnakan sistem dan perangkat yang tidak utuh.

Empowering

Persatuan dalam kondisi yang lemah tentu menjadi permasalahan fatal dikemudian nanti oleh karenanya penguatan kemampuan pribadi (personal capability) dan juga penguatan kemampuan bersama (communal capability) sangat diperlukan. Penguatan dan pemberdayaan kemampuan personal dan komunal. Itulah makna empowering didalam IPMALAY yang direpresentasikan dengan dengan kata Pelajar dan Mahasiswa. Sasaran penguatan ini adalah kemampuan intelektual (Intellectual Capability). Sejatinya pelajar dan mahasiswa adalah simbol intelektualitas, agent of science, dengan teori dan analisa keilmuan yang dimilikinya diharapkan akan melakukan perubahan sosial (agent of change). Dengan intellectual capability ditambah dengan kemauan untuk menjadi agent of change diharapkan seluruh entitas yang ada di IPMALAY akan menjadi kekuatan penggerak (driving force) bagi kesejahteraan masyarakat sehingga entitas-entitas yang ada didalam IPMALAY menjadi sosok yang sangat diharapkan kiprahnya oleh masyarakat.

Preposition and Orientation

Semua kegiatan yang ada di IPMALAY harus mendukung dua unsur ini (Collecting dan Empowering), kemampuan manajer program sangat dituntut untuk melakukan switching dalam setiap program.
Collecting dan Empowering merupakan preposisi, yaitu modal utama yang harus dimiliki sedangkan orientasi dari semuanya adalah Labuhanbatu. Akan menjadi sia-sia jika preposisi yang dibangun tanpa memiliki orientasi yang bermanfaat. Sasaran yang akan dicapai adalah peningkatan sumberdaya manusia Labuhanbatu yang dengannya akan diperoleh demography deviden, sebagai motor penggerak (driving force) kesejahteraan dan kemakmuran Labuhanbatu.

Penutup

Uraian diatas bukan definisi baku tentang IPMALAY, akantetapi hanyalah sebuah definisi pribadi yang dapat dijadikan sebagai bahan komparasi, oleh karenanya siapapun boleh mencoba untuk mendefenisikan IPMALAY dengan harapan identitas pribadi mempunyai kesamaan dengan definisi IPMALAY yang dihasilkan sampai menumbuhkan komitmen pribadi (self commitment) yaitu “Aku adalah IPMALAY dan IPMALAY adalah Aku”. Lebih membahagiakan lagi jika definisi yang diciptakan menjadi definisi bersama yang dilembagakan.

Kegiatan Ramadhan & Mudik Bareng

Selasa, 26 Agustus 2008 1 komentar

Ass....Diharapkapkan partisipasi teman-teman saudara-saudara labuhan batu di yogyakarta, kami mengharapkan teman-teman di bulan suci ramadhan ini untuk sama-sama memperpaiki diri.mari kita buka bersama bareng walaupun hanya dengan air putih di sekretariat IPMALAY, dan juga kita tadarusan bareng.IPMALAY juga akan mengadakan mudik bareng lebaran tahun ini,mari kita berbuat demi silahturami dan kemajuan labuhan batu..

"IPMALAY MENGUCAPKAN SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA RAMADHAN"

IPMALAY 27 JULI 2008

Jumat, 08 Agustus 2008 0 komentar

IPMALAY 27 JULI 2008

Mari kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah SWT yang mana telah memberikan kita nikmat iman, kesadaran pikiran, kesehatan sehingga minggu ini kita masih dapat bersilahturahmi dan melaksanakan kegiatan mingguan di sekretariat IPMALAY yang tentunya dengan niat ikhlas dan tulus. Serta kita sampaikan shalawat beriring salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW…..

Ini bukan hal yang aneh lagi buat kita, hanya segelintir orang yang punya keinginan dan kesadaran untuk berpartisipasi. Tapi apakah kita akan berhenti begitu saja, menyerah begitu saja lalu siapa yang akan berbuat jika semua kehilangan nurani terdalamnya???

Susunan acara sebagai berikut :

1.Pembacaan Al-Qur’an yang Alhamdulillah sudah sampai pada surat ali-imran ayat 194 dan berakhir surat An-nisa’ ayat 59. Yang dibacakan secara bergilir dari setiap orang, Mengapa bergilir?bukan karena sebagai ajang hebat-hebatan, tetapi disini kita bisa saling belajar dan memperdalam bagaimana cara membaca Al-Quran dengan yang baik, tanda baca, tazwid yang benar.
2.Pembacaan doa yang dipimpin teman kita Sacipto

3.Kemudian dilanjutkan dengan siraman rohani dengan tema “Kematian”, yang disampaikan teman kita Khoirunnas sebagai berikut:

Kita tidak tahu kapan kita akan mati, walaupun kita tidak menghendaki tapi bisa saja terjadi saat ini juga, sebenarnya mati kita perlu takut tetapi kehidupan setelah mati yang pantas kita takuti, yang begitu gelap, begitu sempit, begitu sepi ditambah lagi dengan siksaan-siksaan jika kita di dunia banyak melanggar perintah Allah SWT. Unnas memberikan ilustrasi yaitu tentang Presiden Soeharto sejak berhenti menjadi Presiden 1998 mulai saat itulah ia sakit-sakitan, namun kematiannya tertunda 10 tahun, walaupun uangnya banyak tetap ia tidak dapat kekal hidup, walaupun dikelilingi besi baja pasti akan mati juga.

Kehidupan ini hanya cobaan, masih ada kehidupan yang lain, yang lebih pedih yaitu mempertanggung jawabkan perbuatan yang kita lakukan di dunia. Manusia selalu punya keinginan hidup di dunia 1000 tahun lagi lamanya, tetapi tetap saja manusia tidak dapat kekal. Timbul suatu pertanyaan, apakah kita siap mati? Butuh waktu untuk menjawab kita siap mati, waktu itu ialah untuk bertaubat.

Liang Kubur Awal Perjalanan Kita di Akhirat
Suatu hari ada seorang yang bertanya:

“Tatkala mengingat surga dan neraka engkau tidak menangis, mengapa engkau menangis ketika melihat perkuburan?” Utsman pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya liang kubur adalah awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari (siksaan)nya maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika ia tidak selamat dari (siksaan)nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih kejam.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “hasan gharib”. Syaikh al-Albani menghasankannya dalam Misykah al-Mashabih).

Lalu dilanjutkan oleh teman kita Febri, yang mengupas surat Al-‘ASR yang intinya manusia akan berada dalam kerugian jika waktunya disia-siakan untuk keburukkan.
Al-‘ASR:
1.Demi masa
2.Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
3.Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebijakan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.

kegiatan IPMALAY 20 juli 08

Jumat, 25 Juli 2008 0 komentar

Bulan berganti bulan, minggu berganti minggu hari libur hampir usai……tapi apakah kita telah memetik sesuatu yang bermanfaat?. Namun semangat dan kerja IPMALAY belum selesai sebagai pengisi liburan dan kegiatan yang harus terus berjalan….

Alhamdulillah tepat pada hari minggu 20 juli 2008 di skretariat menjalankan kegiatan rutinan pengajian sekaligus didalamnya terdapat proses pembelajaran bersama, saling bertukar ilmu yang didapat (sharing knowledge). Dan yang terpenting sebagai jembatan silahturahmi anak-anak labuhan batu yang menuntut ilmu di Yogyakarta, jika kita benar-benar memahami dan memaknain arti sebuah silahturahmi kita akan mendapatkan banyak hal yang bermanfaat apalagi jika kita bebuat dengan niat hati yang baik, hati yang tulus dan ikhlas Allah akan melimpahkan rahmatNYA terhadap kita. Namun sayang kesadaran teman-teman akan makna itu hilang begitu saja, teman-teman belum semuanya bisa memaknainya namun hanya bisa memandang sebelah mata.

Susunan acara sebagai berikut :

1. 1.Pembacaan Al-Qur’an yang Alhamdulillah sudah sampai pada surat ali imran ayat 121 dan berakhir ayat 194. Yang dibacakan secara bergilir dari setiap orang, Mengapa bergilir?bukan karena sebagai ajang hebat-hebatan, tetapi disini kita bisa saling belajar dan memperdalam bagaimana cara membaca Al-Quran dengan yang baik, tanda baca, tazwid yang benar.

2. 2.Pembacaan doa yang dipimpin teman kita Achyar

3. 3.Kemudian dilanjutkan dengan siraman rohani dengan tema “Pedihnya siksa meninggalkan shalat”, yang disampaikan teman kita Prapto lalu diperjelas/dipertegas lagi oleh Cipto, didalmnya menceritakan tentang siksa meningglakan shalat itu sendiri, yang mudah-mudahan itu menjadi bahan perenungan diri kita masing-masing, bisa sebagai wejangan terhadap anak-anak IPMALAY agar bisa mendekatkan diri kepada sang khaliq.

Alhamdulilah setelah semua acara selesai dan dengan suguhan air minum sebagai pelepas dahaga yang dibarengi dengan saling bertukar pikiran dan bercerita tentang keadaan di masing-masing kampus sebagai penambah wawasan terhadap mahasiswa baru yang baru aja menginjakkan kaki di kota Jogjakarta.

Semoga kegiatan rutin ini dapat menjalin rasa persaudaraan dan keakraban sebagai seseorang yang berasal dari Labuhan Batu dan kemajuan Labuhan Batu nantinya…..setidaknya kita sebagai putra-putri labuhan batu mampu memperbaiki tanah labuhan batu untuk kemajuan bersama dalam segala bidang.

Dari Febri

IPMALAY TOURING TO X KUNING

0 komentar

Minggu itu tepatnya tanggal 06-07-2008, IPMALAY dengan pemuda-pemuda hijau yang baru hijrah ke yogyakarta untuk menuntut ilmu di kota pelajar ini mencoba memaknai sebuah perjalanan menujuh anugrah sang Khalik akan alam yang terbentang luas akan keteduhan yang diberikan terhadap hambanya, manusia yang sukar untuk bersyukur.

Touring kekalikuning jikalau dipandang sebelah mata memang akan menimbulkan sebuah persepsi “berbuat yang tak bermanfaat”, apalagi jika mendengar ocehan-ocehan cerita dari orang yang tak mampu memaknainya, mulut-mulut bercerita akan kegetiran dari perjalanan itu bukan refresing atau kesenangan yang didapat tapi kesengsaraan bisa dikatakan.

Tapi…ingat bukan hanya kata IPMALAY nya saja yang butuh dipahami, tapi onderdil-onderdilnya juga butuh dipahami, orang-orang didalamnya butuh hubungan yang baik dan perasaan memiliki tujuan bersama. Karena kita, bukan kita…… tapi lebih tepatnya mungkin aku masih menjadikan rasa egoisme, diskriminasi atau apalah yang masih menguasai diri aku untuk menginginkan orang lain memahami, menganggap aku saudaranya. Bagaimana mungkin orang-orang IPMALAY bisa saling memahami, menghargai, bahkan memiliki rasa saudara dan perasaan memiliki tujuan bersama jika rasa-rasa seperti itu yang masih menguasai diri kita orang-orang IPMALAY.

Bayangkan saja jika salah satu dari orang IPMALAY terlihat memiliki watak yang keras,kaku yang masih sulit untuk berbicara terbuka apakah kita pantas untuk berlaku diskriminasi atau tidak adil terhadap orang itu dari orang-orang yang ada, aku rasa itu tidak pantas dan aku berharap cepatlah bertaubat. Tapi itulah yang terjadi (dari pemahamanku yang ada), karena kita tidak dapat menggenggamnya seperti cengkraman elang, lalu proses rasa saudara itu hilang begitu saja. Mengapa kita tidak bersadar diri jika kita menginginkan orang lain seperti yang kita inginkan, cobalah memulai semua itu dari diri kita sendiri mendekati orang-orang dengan pikiran terbuka dan adil adalah suatu sikap yang akan menjadikan positif. Memang bertentangan dengan orang lain bukan hal yang buruk, jika kita mampu mengelola konstruktif, dapat juga konflik membuahkan pembelajaran, pertumbuhan, perubahan, hubungan yang lebih baik dan perasaan memiliki tujuan bersama. Selalu ingatlah lakukan segala sesuatu dengan tujuan baik dan ketulusan hati.

Memang manusia semuanya bertanggung jawab atas perilaku diri kita sendiri dan sikap-sikap serta persepsi-persepsi kita sendiri, tapi apakah tidak ada upaya untuk lebih baik berusaha dan cepat mengubah sikap-sikap dan perilaku yang tidak baik yang selama ini kita lakukan.

Dari perjalanan kekalikuning itu memang terlintas sepintas tidak ada rasa menikmati, tapi aku begitu percaya mereka-mereka banyak yang memaknai, memaknai bisa saling mengenal wajah-wajah yang masih ranum, memaknai persaudaraan itu…..bahkan itu terucap dari mulut pemuda-pemuda ranum yang akan siap berjuang. Memang kita tidak boleh puas begitu saja apalagi hal seperti itu memang pemaknaan yang kecil, tapi tidak perlu juga Jika ada perasaan kecewa dari segelintir orang, mungkin jika seperti itu cepat dan berusahalah lakukanlah perubahan yang lebih baik terhadap dirinya sendiri.

Berbagai kegiatan pun dilakukan, dengan satu persatu perkenalan yang singkat lalu dengan pertunjukkan kehebatan teman-teman dalam memainkan musik dan petikkan gitarnya yang saat itu dilantunkan lagu “tentang kita dari peterpan” yang dibawakan teman kita Ronald, lalu berlanjut dengan lagu begitu indah dari band padi yang dibawakan simpatisan IPMALAY teman kita Dedy Saragih yang berasal dari Simalungun, lalu puisi dari “Tri mardiantara yang berjudul orang-orang miskin yg terabaikan kaum intelektual” dibacakan penuh penjiwaan oleh simpatisan IPMALAY juga Aji yang berasal dari Riau tepatnya di Balam( Suraji aja ya), Aji juga menyayikan sebuah lagu yang berjudul “satu dari ahmad dhani”, lalu teman kita irfan menyumbangkan sebuah lagu dari “brory”…… Aksi-aksi itu memang tidak dibatasi, siapun berhak melakukannya bagi siapa yang mau. Ditambah lagi dengan game yang dirancang ketua IPMALAY yaitu game puzzle, lalu game dari teman kita yang maknanya bagaimana seseorang dengan cepat dapat mengenal sesama temannya.

Namun sesuatu hal yang perlu dicam kan jika seseorang telah kita anggap sebagai saudara, sebagai sahabat namun jika orang itu masih tidak pernah menganggap rasa itu kita pantas tenggelamkan orang itu, kita pantas mengaburkannya dipermukaan. Tapi ingat semua itu demi kemajuan bersama demi mencapai tujuan bersama yang mulia.

Dari tri mardiantara

IPMALAY TOURING TO X KUNING

0 komentar

Minggu itu tepatnya tanggal 06-07-2008, IPMALAY dengan pemuda-pemuda hijau yang baru hijrah ke yogyakarta untuk menuntut ilmu di kota pelajar ini mencoba memaknai sebuah perjalanan menujuh anugrah sang Khalik akan alam yang terbentang luas akan keteduhan yang diberikan terhadap hambanya, manusia yang sukar untuk bersyukur.

Touring kekalikuning jikalau dipandang sebelah mata memang akan menimbulkan sebuah persepsi “berbuat yang tak bermanfaat”, apalagi jika mendengar ocehan-ocehan cerita dari orang yang tak mampu memaknainya, mulut-mulut bercerita akan kegetiran dari perjalanan itu bukan refresing atau kesenangan yang didapat tapi kesengsaraan bisa dikatakan.

Tapi…ingat bukan hanya kata IPMALAY nya saja yang butuh dipahami, tapi onderdil-onderdilnya juga butuh dipahami, orang-orang didalamnya butuh hubungan yang baik dan perasaan memiliki tujuan bersama. Karena kita, bukan kita…… tapi lebih tepatnya mungkin aku masih menjadikan rasa egoisme, diskriminasi atau apalah yang masih menguasai diri aku untuk menginginkan orang lain memahami, menganggap aku saudaranya. Bagaimana mungkin orang-orang IPMALAY bisa saling memahami, menghargai, bahkan memiliki rasa saudara dan perasaan memiliki tujuan bersama jika rasa-rasa seperti itu yang masih menguasai diri kita orang-orang IPMALAY.

Bayangkan saja jika salah satu dari orang IPMALAY terlihat memiliki watak yang keras,kaku yang masih sulit untuk berbicara terbuka apakah kita pantas untuk berlaku diskriminasi atau tidak adil terhadap orang itu dari orang-orang yang ada, aku rasa itu tidak pantas dan aku berharap cepatlah bertaubat. Tapi itulah yang terjadi (dari pemahamanku yang ada), karena kita tidak dapat menggenggamnya seperti cengkraman elang, lalu proses rasa saudara itu hilang begitu saja. Mengapa kita tidak bersadar diri jika kita menginginkan orang lain seperti yang kita inginkan, cobalah memulai semua itu dari diri kita sendiri mendekati orang-orang dengan pikiran terbuka dan adil adalah suatu sikap yang akan menjadikan positif. Memang bertentangan dengan orang lain bukan hal yang buruk, jika kita mampu mengelola konstruktif, dapat juga konflik membuahkan pembelajaran, pertumbuhan, perubahan, hubungan yang lebih baik dan perasaan memiliki tujuan bersama. Selalu ingatlah lakukan segala sesuatu dengan tujuan baik dan ketulusan hati.

Memang manusia semuanya bertanggung jawab atas perilaku diri kita sendiri dan sikap-sikap serta persepsi-persepsi kita sendiri, tapi apakah tidak ada upaya untuk lebih baik berusaha dan cepat mengubah sikap-sikap dan perilaku yang tidak baik yang selama ini kita lakukan.

Dari perjalanan kekalikuning itu memang terlintas sepintas tidak ada rasa menikmati, tapi aku begitu percaya mereka-mereka banyak yang memaknai, memaknai bisa saling mengenal wajah-wajah yang masih ranum, memaknai persaudaraan itu…..bahkan itu terucap dari mulut pemuda-pemuda ranum yang akan siap berjuang. Memang kita tidak boleh puas begitu saja apalagi hal seperti itu memang pemaknaan yang kecil, tapi tidak perlu juga Jika ada perasaan kecewa dari segelintir orang, mungkin jika seperti itu cepat dan berusahalah lakukanlah perubahan yang lebih baik terhadap dirinya sendiri.

Berbagai kegiatan pun dilakukan, dengan satu persatu perkenalan yang singkat lalu dengan pertunjukkan kehebatan teman-teman dalam memainkan musik dan petikkan gitarnya yang saat itu dilantunkan lagu “tentang kita dari peterpan” yang dibawakan teman kita Ronald, lalu berlanjut dengan lagu begitu indah dari band padi yang dibawakan simpatisan IPMALAY teman kita Dedy Saragih yang berasal dari Simalungun, lalu puisi dari “Tri mardiantara yang berjudul orang-orang miskin yg terabaikan kaum intelektual” dibacakan penuh penjiwaan oleh simpatisan IPMALAY juga Aji yang berasal dari Riau tepatnya di Balam( Suraji aja ya), Aji juga menyayikan sebuah lagu yang berjudul “satu dari ahmad dhani”, lalu teman kita irfan menyumbangkan sebuah lagu dari “brory”…… Aksi-aksi itu memang tidak dibatasi, siapun berhak melakukannya bagi siapa yang mau. Ditambah lagi dengan game yang dirancang ketua IPMALAY yaitu game puzzle, lalu game dari teman kita yang maknanya bagaimana seseorang dengan cepat dapat mengenal sesama temannya.

Namun sesuatu hal yang perlu dicam kan jika seseorang telah kita anggap sebagai saudara, sebagai sahabat namun jika orang itu masih tidak pernah menganggap rasa itu kita pantas tenggelamkan orang itu, kita pantas mengaburkannya dipermukaan. Tapi ingat semua itu demi kemajuan bersama demi mencapai tujuan bersama yang mulia.

Dari tri mardiantara

Menempatkan Harapan Bangsa pada Mahasiswa Daerah

Jumat, 06 Juni 2008 0 komentar


Menempatkan Harapan Bangsa Pada Mahasiswa Daerah

Rotasi pembangunan bangsa ini terus berputar dengan berbagai bentuk variasi tantangan yang dihadapinya, sedikit membaca sejarahnya maka mahasiswa mendapat porsi istimewa dalam sistem rotasi bangsa ini. Lahirnya sumpah pemuda, terbentuknya reformasi merupakan hasil kerja heroik kelompok intelek tersebut sehingga mahasiswa menjadi strata sakral dalam tatanan sosial bangsa ini dan menginpirasi generasi sesudahnya (pelajar) mengidamkan untuk dapat memakai jas almamaternya dan menjadi mahasiswa.

Pada Tahun 2008 ini kita memperingati 100 Tahun kebangkitan Nasional, 80 Tahun Sumpah Pemuda dan 10 Tahun Reformasi, dengan momentum ini memori kita diangkat kembali untuk mengingat dan mengakui peranan mahasiswa kita.

Waktu terus berlalu dan rotasi sejarah harus terus bekerja. Tahun ini kita memperingati perjuangan mahasiswa dan juga pada saat yang bersamaan kita akan mempertanyakan komitmen mahasiswa, sebab semakin banyak perguruan tinggi dan disiplin ilmu yang ditawarkan dan semakin banyak jumlah mahasiswa yang kita miliki ternyata bangsa kita masih bergelut dengan masalah klasik kemiskinan, pengangguran, gizi buruk yang memaksa kita untuk menagih pertanggungjawaban dari mahasiswa dengan gelar kesarjanaan yang mereka miliki.




Traumatic Intellectual

Melihat berbagai macam peristiwa kemanusiaan yang terjadi, masihkah masyarakat kita memberi posisi luang bagi mahasiswa dalam sistem rotasi bangsa ini? “wujuduhu kaadamihi” Sepertinya Masyarakat tidak lagi selera dengan status mahasiswa tersebut, Mahasiswa sudah tidak mampu mecari solusi untuk membantu menyelesaikan realita pada masyarakat. Sarjana Pertanian tidak mampu membuat sistem pertanian yang utuh sehingga mampu membantu masyarakat untuk membangn system pertanian yang baik dan memang masyarakat kita kebanyakan petani, Sarjana Ekonomi tidak mampu menemukan dan menjalankan strategi perekonomian yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan sistem perekonomian yang baik, Mahasiswa yang memiliki kesarjanaan dalam bidang kesehatan hampir tidak bisa membantu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat bahkan semakin banyak terdapat dalam masyarakat kasus gizi buruk, busung lapar dan berbagai kasus kontradiksi lainnya. Sikap pesimis masyarakat ini diungkapkan dengan kata-kata “ buat apa kuliah, habis-habiskan duit “. “sense of awareness “ terhadap lingkungan, kemiskinan, kebodohan yang mengitari rutinitas kegiatan sehari-harinya telah hilang sebab mahasiswa memang tidak bisa berbuat apa-apa. Mahasiswa lebih suka dengan proyek korporat yang ia dapatkan daripada menangani proyek sosial yang ada disekitar dan selalu berada dihadapannya.




Bertanya Pada Al-Qur’an

Sebagai umat islam tentulah kita kembali mencari solusi tentang fenomena ini dari kitab panduan hidup kita Al-Qur’an. Apa sebenarnya konsep Al-Qur’an mengenai tanggung jawab kaum intelek. Dalam surah At-taubah 122 Allah berfirman :

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Dalam ayat diatas Allah SWT mengingatkan agar tidak semua orang mu’min bersikap all out pada satu konsentrasi masalah (berperang) namun ada pembagian tugas bagi sebagian yang lain untuk mencari dan memperdalam ilmu pengetahuan dimanapun, kemudian tanggung jawab berikutnya bagi penuntut ilmu adalah kembali ke masyarakatnya untuk melakukan “ sharing knowledge “ (memberi tarbiyah) dan dengan tarbiyah ini agar masyarakatnya juga mempunyai modal keilmuan yang dapat menjaga dirinya dari pembodohan, penipuan kezaliman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, janganlah kamu menjermuskan diri kamu kedalam kesesatan.

Disadari ayat ini akan mengangkat perdebatan bagi kita semua “kembali (roja’uu)“ seperti apa yang diinginkan Al-Quran. Dari berbagai koleksi redaksional yang termaktub dalam beberapa ayat dalam Al-Quran maka ada dua opsi aktualisasi diri dalam terminologi Roja’uu. Opsi Pertama adalah dengan cara kembali secara Physicly dan juga Mindset (Fikrah & Jasadiyah) yaitu pulang kampung untuk menjadi katalisator aktif membangun daerah dan masyarakat, Opsi Kedua adalah kembali secara mindset (Fikrah) yaitu dengan cara mentransformasikan keilmuan yang dimiliki untuk membangun daerah asal meski tidak harus pulang kampung. Dibutuhkan kerjasama yang intens bagi mahasiswa yang berjuang pada opsi pertama dan yang berjuang dengan memilih opsi kedua.

Organisasi Mahasiswa Daerah Sebagai Media Sharing Knowledge

Realita ironi dalam masyarakat kita saat ini menuntut kita untuk lebih memberdayakan sense of humanism yang memang menjadi fitrah dan sudah kita miliki. Namun untuk pencapaian yang sempurna tujuan yang baik mestilah dilakukan dengan cara-cara yang baik (terorganisir). Banyak aset-aset sosial yang sudah lama kita miliki dan sekaranglah saatnya kita akan memetiknya sehingga kita memperoleh demografi deviden yang memuaskan untuk pembangunan masyarakat. Kebanyakan daerah bahkan ditingkat desa saat ini sudah banyak memiliki putra daerahnya yang menjadi mahasiswa dengan berbagai disiplin keilmuannya, Sayangnya potensi keilmuan yang dimiliki tidak diupayakan untuk dieksplorasi (diamalkan) sebagian merasa tidak mampu untuk mentransformasikan keilmuannya dan sebagian merasa keilmuan yang dimilki sangat minim sehingga menimbulkan sikap kurang percaya diri. Padahal jika disadari sekecil apapun keilmuan yang dimiliki adalah rezeki yang telah diberikan oleh Allah Swt yang harus disyukuri dan berupaya untuk melakukan akselerasi bersama.

Harapan pada Pemerintah

Zaman sekarang masyarakat kita sudah lebih kritis terhadap persoalan yang dihadapi, sedikit lebih maju daipada pada saat rezim orde baru berkasa yang berhasil menyuntik masyarakat dengan paradigma bahwa yang paling tahu tentang semuanya dan paling mampu menyelesaikan semua masalah adalah otoritas pemerintah. Syukur paradigma tersebut mulai hilang dari masyarakat kita yang juga akan memunculkan harapan akan adanya kerjasama yang sinergi dengan pemerintah dalam segala problem social, termasuk juga dalam hal pengembangan mahasiswa sebagai asset daerah.

Dengan asset tersebut pemerintah mestinya lebih peka dan lebih aktif memberikan stimulan bagi mahasiswanya untuk mau berkiprah dan membuat terobosan baru dalam membangun daerah baik dalam bentk regulasi atau hanya sekedar kompensasi yang bernilai keadilan sehingga tercipta hubungan mutual cooperative.

Kontribusi: Amri (Wakil Ketua Umum IPMALAY 07-09)

Bangkitlah Indonesiaku...

Selasa, 20 Mei 2008 1 komentar

Sadarku, momentum bangsa Indonesia melintasi simpul-simpul sejarah penting tahun ini. Peristiwa itu adalah 100 tahun Kebangkitan Nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 10 tahun Reformasi, serta 63 tahun Proklamasi Kemerdekaan.

Sebagai pewaris sejarah bangsa, jadikan momentum 100 tahun kebangkitan nasional sebagai mata rantai yang tidak terpisah dari tonggak-tonggak sejarah bangsa untuk menjawab tantangan masa kini dan masa depan; tidak hanya bagi generasi senja, tapi juga generasi muda pemilik sah masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk menjadi bangsa adil-makmur yang dapat menegakkan kepala di tengah pergaulan bangsa-bangsa sebagai kepastian masa depan, kita harus membangun kembali jiwa bangsa: menegakkan kembali martabat sebagai bangsa, menggelorakan kembali harapan di tengah frustrasi sosial yang mendalam, menemukan jalan bagi masa depan di tengah meluasnya romantisme untuk kembali ke masa lalu dan serbuan pragmatisme jangka pendek, dan meneguhkan kembali kegotong-royongan di tengah mekarnya individualisme, konsumerisme dan memudarnya nilai-nilai voluntarisme.

Jika dulu kita memiliki musuh bersama bernama penjajahan maka kini kita memiliki musuh bersama bernama kemiskinan, pengangguaran, hutang, korupsi, lemahnya penegakan hokum, lemahnya perekonomian dan rentannya keadaan politik dan keamanan. Dulu dengan kekuatan yang kita miliki kita terbukti dapat mengusir penjajah dari tanah air. Sekarang, keyakinan itu harus dibangkitkan kembali bahwa dengan sumber daya yang tersedia dan upaya yang nyata, serius, sungguh-sungguh dan konsisten melalui kerja keras kita mampu melawan dan menyelesaikan persoalan yang membelit bangsa kita ini. Semangat dan jiwa kebangsaan yang ditanamkan melalui Kebangkitan Nasional harus dijadikan momentum untuk melakukan penataan-penataan diberbagai bidang seraya terus meningkatkan komitmen dari seluruh bangsa dan rakyar Indonesia untuk mewujudkan Indonesia yang damai, adil dan sejahtera.




Senin, 14 April 2008 0 komentar


ada gak sich yang bisa liat dengan cara yang agak beda!....
IPMALAY juga butuh cara pandang yang agak beda mungkin ya!
Posted by Picasa

Workshop Libur!!!

Sabtu, 12 April 2008 0 komentar

Maaf... Untuk minggu ini workshop ditiadakan...

Tapi pengajian tetap dilaksanakan... Alhamdulillah...

Semoga juga Workshop tetap dilanjutkan secara pribadi oleh setiap kita di rumah masing-masing dengan tema yang bisa turut mencerdaskan kehidupan Bangsa tentunya...

Agung

Progress Report 30 Maret 2008

0 komentar


Minggu tepatnya tgl 30 Maret 2008, IPMALAY masih diberi karunia serta kesempatan oleh ALLAH SWT untuk melaksanakan kegiatan rutinan yang begitu mulia, yaitu pengajian. Namun pada minggu ini bentuk kajian formatnya berbeda yang biasanya membaca surat yassin pada minggu ini membaca Al-Qur’an surat al baqarah dengan sekaligus memahami isi kandungan tiap ayatnya. Pengajian yang dimoderatori oleh Mbak Rini, Pembacaan doa oleh Tri, dan Kultum pada minggu ini yang disampaikan oleh Mbak Endah.

" Membangun Kepercayaan diri bangsa kita", Itulah tema yang diangkat oleh Mbak Endah untuk menyampaikan tausyi’ahnya pada minggu ini, yang berisi:
Untuk membangun kepercayaan bangsa kita, kita harus memulai merancang dan memulai kiat membangun kepercayaan diri kita dahulu atau setidaknya untuk membangkitkan kepercayaan diri

1. Kita selayaknya menyadari bahwa Allah SWT menciptakan kita dengan perhitungan dan pertimbangan yang maha cermat dan dengan peluang untuk sukses, Firman-nya "Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya (Qs at-tiin [95] : 4)
Potensi sukses sebenarnya telah ada dalam diri kita, kita tidak pernah diciptakan untuk gagal, jika gagal itu pasti bukan kehendak Allah melainkan karena kita tidak serius memompa potensi yang Allah karuniakan. Kita diberikan hak yang sama untuk sukses yaitu sebagai pewaris surge.
2. Belajarlah mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT
Alhamdulillah akal bisa berpikir, mata bisa melihat, telingah bisa mendengar, mulut bisa berkata, dan hati masih punya iman. Cari nikmat Allah yang masih bisa kita syukuri karena setiap kita bersyukur setiap kali pula nikmat kita ditambah.
3. Kita harus mampu membaca potensi diri kita
Segeralah lacak potensi, galih dan eksplorasi potensi sukses yang ada pada diri kita, misalnya dengan bertanya pada ortu, saudara, atau teman dekat kita. Karena bisa jadi sangat banyak potensi yang tidak kita sadari hingga kita tidak berhasil kita galih.
4. Paculah diri kita untuk terus belajar dari orang-orang sukses
Semakin bnyak masukkan tentang bagaimana orang bisa bangkit dari keterpurukkan, maka akan semakin terbakar semangat kita.
5. Carilah lingkungan yang bisa memotivasi kita untuk sukses
Bergaullah dengan orang-orang yang mempunyai potensi untuk bangkit, yang percaya diri, dan sangat menggebu menafkahkan hidupnya untuk mempersembahkan yang terbaik.
6. Setelah potensi diri kita, kita ketahui maka mulailah berani untuk berbuat dan mengurangi resiko
Cobalah mulai bergerak atau melakukannya dengan niat yang baik, dan ikhtiar yang maksimal karena kita mempunyai niat baik ini saja itu sudah menjadi amal.Naik tangga kelima puluh harus diawali dengan tangga satu
Dan orang yang gagal adalah orang yang tidak berani mencoba dan niat yang buruk pula.
7. Bertawakal
Sesudah perhitungan kita matang, selanjutnya tingkatkan amalan yang disukai Allah karena DIA lah satu-satunya yang menggenggam jalan keluar dari kesulitan kita. Semakin kokoh ibadah kita, semakin bagus pula sholat kita, semakin kuat do’a kita semakin mengundang pertolongan Allah.
Dari ketujuh kiat membangun kepercayaan diri yang disampaikan Mbak Endah mudah-mudahan semakin bisa meningkatkan kepercayaan diri bangsa kita.
Jangan panik untuk menghadapi hidup yang serba ruwet dan sempit, anggaplah sebagai ladang dari Allah untuk membangkitkan kemampuan kita. kelapangan kadang tidak menjadikan orang kreatif, tapi justru kesulitan sering menjadikan orang kreatif.

Progress Report 06 April 2008

Jumat, 11 April 2008 0 komentar

Pada hari minggu (06-04-2008) lalu program pengajian rutin IPMALAY dilaksanakan oleh petugas dadakan, ternyata petugas siap untuk melaksanakannya dan akhirnya memang cukup memuaskan.
Acara pada hari itu dibawakan oleh saudara Darwis kemudian do’a oleh saudara Ronal dan dilanjutkan ceramah oleh saudara Irfan. “pada awalnya saya mengira bahwa IPMALAY hanya tempat ngumpul, ngobrol ngelantur oleh anak-anak Labuhanbatu, namun ketika melihat isi didalamnya ternyata banyak hal yang kita perlu pelajari dan dapatkan manfaatnya” ungkap Irfan dalam ceramahnya. Acara yang mengalir dengan akrab diiringi canda seperti biasanya berlanjut dengan hikmat. Irfan juga mengingatkan semua pendengar pada hari itu “ bagaimanapun kondisinya, kita harus bersemangat untuk melakukan proses pendidikian, pembelajaran di IPMALAY karena semua yang kita lakukan adalah untuk kebaikan kita semua” tandasnya.
Dan seperti biasa, setiap hari minggu program IPMALAY dilanjutkan dengan workshop sebagai media sharing knowledge, dan pada hari minggu tersebut menjadi sangat istimewa sebab diisi oleh bang Aping yang telah menjadi trainer dan motivator di lingkungan kerjanya.“ ada hal yang membedakan karakter bangsa Indonesia degan bangsa lain, kalau bangsa Indonesia lebih bersikap siapa tahu dalam menciptakan masa depannya, berbeda dengan bangsa lain yang membangun masa depannya dengan sikap optimis” hal ini yang disampaikan bang Aping dalam prolognya, yang sengaja membawa tema bagaimana cara membangun optimisme.Ternyata dalam mebangun optimisme banyak pondasi-pondasi yang harus disiapkan terlebih dahulu, sebab membangun optimisme butuh perjuangan dan tidak sedikit pula yang akan menghalangi proses pembangunan optimisme tersebut sebab dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Diantara faktor internal tersebut adalah lingkungan, budaya, orang tua, sitasi sosial, ekonomi sementara faktor internal antara lain adalah tanggung jawab.
Kemudian bang Aping menyebutkan bahwa pondasi optimisme ada tiga yaitu :
1. Berani mengambil tanggung jawab
Orang yang berani mengambil tanggung jawab akan lebih serius dalammelaksanakan suatu tugas ia akan menjadikan tanggungjawab tersebut sebagai proses pembelajaran tanpa peduli dengan grade resultasi yang diberikan orang pada dirinya yan penting telah berbuat sesuatu yang bermanfaat yang tidak terpikirkan oleh orang lain dan dilaksanakan tanpa instruksi terlebih dahulu, berbeda dengan orang yang hanya bekerja dengan perintah atau instruksi orang lain atau atasannya maka yang menjadi orientasi adalah berhasil atau tidak dan bahkan lebih ekstrim lagi ia akan selalu dibayangi persefsi diferensiasi “kenapa aku yang disuruh bukan orang lain aja”.
2. Positive Mental Attitude
Mempunyai sikap mental yang positif, itulah syarat kedua untuk membangun optimisme, sebab jika seseorang hanya memandang sema yang akan dihadapinya dengan sikap negative maka yang terbayang adalah kehampaan. Semestinya menghadapi apapun yang akan terjadi dengan sikap positif sebab dengan kesungguhan akan diperoleh sesai dengan yang diharapkan.
3. Trust
Sikap percaya pada orang lain harus ditumbuhkembangkan, sebab ternyata 99% keberhasilan kita diperngaruhi oleh orang-orang disekitar kita. Bang Aping juga mengingatkan pada semua peserta untuk selalu melihat cermin diri pribadi, dengan cara selalu bercermin dan bertanya siapa, bagaimana dan apa yang telah dsiperbuat oleh bayangan pada cermintersebut yang sesungguhnya diri kita sendiri.“ Jangan sampai pada suatu saat nanti kita bangun pagi dan kita sadari bahwa umur kita sudah tua dan belum bisa berbuat apa-apa” nasihatnya. Acara yang dimoderatori oleh saudara Amri tersebut dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, sikap antusias yang diperlihatkan para peserta workshop pada sesi tanya jawab semakin membuat acara lebih interaktif dan tentunya lebih menambah pemahaman para peserta.Pada closing moment moderator menyampaikan bahwa optimisme sangat diperlukan untuk melakukan suatu perubahan sebab perubahan tidak mudah untuk dilakukan, mutlak diperlukan kerjasama dan sikap pantang menyerah (Never give up).

…“Progress IPMALAY!” 23 Maret

Senin, 24 Maret 2008 1 komentar

23 Maret 2008

Pengajian Rutin

Alhamdulillah, pengajian minggu ini masih dapat dilangsungkan dengan suasana yang khidmat dan semoga penuh keberkahan. Bertugas sebagai moderator adalah oleh Sdr. Tri Mardiantara. Seperti biasa agenda rutin kali ini berisi pembacaan surat Yasin bersama yang dipimpin oleh Sdr. Rio Hanesya kemudian dilanjutkan kuliah bersama yang diisi oleh Sdri. Laily Purnamasari dengan tema yang masih berkaitan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 12 rabi’ul awal yang lalu.
Dalam ceramahnya, mbak Laily mengajak warga Ipmalay untuk selalu ingat pada sosok Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat islam ke masa yang lebih baik dari masa jahiliyah sebelumnya.
Mbak Laily mengajak semua peserta pengajian untuk bersama merenungkan, jikalau seandainya Nabi Muhammad SAW saat ini datang berkunjung ke rumah kita masing-masing, apa yang akan kita rasakan? Apakah kita merasa senang atau justru akan merasa susah karena merasa terganggu kehidupan kita yang masih jauh dari tuntunan islam.
Muhammad SAW, A Ruby Among Stones

Peace and blessings be upon you! O RasulAllah, mercy upon mankind, teacher and guide!

Peace, one and all… According to most Sunni scholars, the Seal of the Prophets, Muhammad al-Mustafa alaihi al-salatu wa al-salam, was born on 12th Rabi al-Awwal. According to most Shi`a scholars, he alaihi al-salatu wa al-salam was born on 17th Rabi al-Awwal.


IPMALAY Basic Training

Acara Basic Training kali ini masih melanjutkan tema minggu-minggu sebelumnya yaitu menyangkut reposisi peran Ipmalay dalam dinamika masyarakat Labuhanbatu, dalam rangkaian Workshop ini, di tahap awal peserta diajak bersama-sama untuk mengenali kembali Ipmalay sebagai organisasi kekeluargaan, sekaligus sebagai salah satu kekuatan civil society mayarakat Labuhanbatu.
Bertugas sebagai moderator adalah Sdr. Darwis yang mengetengahkan tema pentingnya kita menuntut ilmu untuk kemudian dikembangkan dan diapikasikan demi pengembangan masyarakat Labuhanbatu khususnya, Bangsa Indonesia pada umumnya.
Pada minggu kali ini, masih berkaitan dengan moment peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, peserta workshop diajak membangun diskusi dalam kelompok-kelompok kecil memahami makna yang terkandung dalam
Diskusi yang lebih dingin dari minggu sebelumnya, tidak mengurangi hangatnya silaturahmi yang terasa, ditambah pemahaman-pemahaman baru yang muncul sebagai bagian dari sharing knowledge yang terus dibangun diantara warga Ipmalay. Seperti biasa, konsep berbagi ilmu ini tentu saja juga melatih kemampuan berbicara, mendengar dan menulis serta menganalisa tema-tema yang didiskusikan.

Next Chapter: The Concept of Intellect in Islam

Imagine that the computer screen and all activity on the screen represents the world of material existence. The screen is considered as the horizontal dimension of the computer. A program is running that simulates a small universe complete with simulated beings....

Salam IPMALAY

Kamis, 13 Maret 2008 0 komentar

Salam IPMALAY


Sebuah proses pembelajaran tak akan pernah berhenti selama hayat masih dikandung badan...
Sebagai bagian dari proses hidup yang harus penuh warna, proses belajar juga harus selalu dibarengi dengan karya dan kreatifitas yang variatif dan evaluatif...
Disini dituntut kesadaran dan kemauan tinggi untuk mau selalu introspeksi sedalam-dalamnya pada proses yang telah dilalui, pada karakter yang telah terbentuk, pada idealisme yang telah terbangun dan pada mimpi-mimpi yang hendak diwujudkan....
Proses IPMALAY juga tak pernah lepas dari dinamika sosial yang harus mengikuti kaidah alam yang tak mungkin dikesampingkan, harus selalu diwarnai dengan karya, kreatifitas, dan pemaknaan yang tulus, jujur dan manusiawi, tanpa harus menghakimi dan menyalahkan siapapun, tanpa harus memaksakan diri, tanpa harus mengumpat, mencaci dan mencemooh...sebab ketidaksempurnaan adalah juga kaidah alam yang mau tidak mau membutuhkan pemakluman dan pengertian.
Media ini adalah media kita bertemu dan bersilturahmi dalam dunia akal dan fikiran, dalam dunia nurani yang tak butuh kaidah-kaidah sosial yang sering menyesakkan dada. Disini kita ditantang untuk bicara dengan tulisan dan mendengar dengan mata... rawan distorsi memang, tapi ini lebih baik ketimbang interaksi langsung yang harus dibareng dengan basa-basi, senyum palsu dan tawa kebohongan serta etika-etika normatif palsu lainnya.Media ini akan selalu hadir menjembatani silaturahmi kita dalam format yang lebih aman, jujur, dan minim distorsi. Akan selalu hadir memfasilitasi karya, kreatifitas dan mimpi-mimpi. Akan selalu memancing kita untuk jujur dan tulus menilai tanpa harus berpura-pura dan berbohong, karena disini tidak butuh etika normatif apapun selain etika jurnalisme.

…“Paradigma IPMALAY!”

0 komentar

…“Paradigma IPMALAY!”
Kontribusi Sahabat…
Perubahan-perubahan dalam berbagai aspek kehidupan bangsa ini menghembuskan angin segar bagi semua pihak, demikian pula yang terjadi dengan IPMALAY. Beberapa perkembangan terbaru yang terjadi seputar aktivitas yang dilakukan oleh para konstituen IPMALAY dalam menyikapi berbagai permasalahan baik dalam lingkup internal IPMALAY maupun dalam kaitannya dengan tanggungjawab sosial yang diemban sebagai sebuah organisasi dengan basis ide sosial-kultural ini adalah bentuk respon positif terhadap dinamika perubahan tersebut.
Dalam catatan sejarah yang tertoreh pada perjalanan IPMALAY, aktivitas-aktivitas dalam rangka membangun kerangka organisasi yang solid, mau tidak mau harus diakui telah menyita banyak energi dari masing-masing bagian di dalamnya. Sementara, berbagai perubahan di luar lingkup IPMALAY kadang terkesan menjadi terlalu cepat, menjadi sulit diakselerasi. Adalah sebuah misi yang hampir-hampir sangat “mustahil” diwujudkan. Bergelut dengan segala permasalahan internal, membangun silaturahmi yang menjadi fundamen bagi keberlangsungan nafas IPMALAY sebagai sebuah keluarga, pada saat yang sama juga harus tanggap terhadap tantangan dan kompetisi yang terjadi di berbagai dimensi lainnya.
Tanpa bermaksud untuk tampil arogan, aktivitas-aktivitas yang sering coba diwacanakan dan pada akhirnya digulirkan menjadi sebuah langkah konkrit dari IPMALAY, adalah sebuah pertumbuhan yang patut dibanggakan. Sampai sejauh ini, berbagai upaya tersebut dapat dikategorikan sebagai loncatan baik dalam aspek organisasional, aspek kekeluargaan, maupun efek dari kontribusi IPMALAY dalam kancah dinamika organisasi daerah di Jogja.
Sebagian besar agenda aktivitas strategis yang telah direalisasikan pada periode kepengurusan 2004-2007 dan dilanjutkan pada periode saat ini masih seputar pada aktivitas-aktivitas dalam lingkup internal seperti penyambutan anggota-anggota baru IPMALAY, aktivitas dalam aspek kependidikan dengan memfasilitasi dan mengakomodasi anggota-anggota baru untuk mendapatkan sekolah maupun perguruan tinggi yang sesuai, dan aktivitas pembinaan kesadaran dan mentalitas dengan berbagai program rutin yang telah ada sebelumnya semacam pengajian, diskusi-diskusi terus coba diupayakan guna menjamin kesinambungan dalam aspek pendidikan dan pemberdayaan sebagai tema besar yang menjadi sasaran utama eksistensi Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Labuhanbatu di kota Yogyakarta. Di luar, pada periode sebelumnya telah mulai diwarnai dengan aktivitas membangun kerjasama dengan pihak luar dengan rencana seminar, program-program sosialisasi dan silaturahmi dengan organisasi yang skalanya lebih besar seperti organisasi mahasiswa Sumatera Utara (Bukit Barisan). Bahkan sampai pada skala nasional dengan keterlibatan IPMALAY sebagai kostituen dalam program Pemkot Yogyakarta untuk membentuk sebuah forum pelajar mahasiswa se-Indonesia. Tentunya tidak berlebihan dengan adanya langkah-langkah strategis tersebut berbagai persoalan yang menjadi ‘PR’ bagi IPMALAY diharapkan dapat terselesaikan.Terlepas dari segala perkembangan tersebut, dinamika kehidupan tentu bukanlah sesuatu yang “final”. Hingar bingar panggung politik dengan berbagai dinamika yang menyertainya Berbagai konsep baru tersebut masih membutuhkan pemikiran dan kerja yang lebih keras lagi bagi para pengurus maupun para anggota untuk pada akhirnya mewujudkan cita-cita IPMALAY sendiri, sebagai akumulasi cita-cita masing-masing pihak di dalamnya dan cita-cita nasional bangsa INDONESIA. Akhir kata, perjuangan belum selesai bung!

WAJAH IPMALAY 1

0 komentar

WAJAH IPMALAY 1
Sebuah catatan perjalanan IPMALAY
(Ikatan Pelajar & Mahasiswa Labuhanbatu di Yogyakarta)
“Tends to change” adalah sebuah gejala psikis yang melekat dalam kedirian kita. Dalam tiap tahapan kehidupan, berbagai realitas sosial dan kecenderungan bahwa sejarah akan berulang, adalah “driver” bagi seorang manusia untuk terus terlibat dalam sebuah proses yang setali tiga uang dengan kompleksitas permasalahan yang mengikuti tiap perkembangannya. Hakikat bahwa manusia adalah mahkluk yang tumbuh dari realitas di sekitarnya membawa pada sebuah pemahaman tentang proses yang telah, sedang dan akan dijalani sebagai proses belajar yang tidak pernah berhenti (long life learning). Pertanyaan dalam subjudul di atas adalah sebuah titik awal bagi sebuah proses kontinu dalam upaya sederhana, memandang wajah IPMALAY dulu, dinamika proses IPMALAY sekarang, dan selanjutnya menggambarkan “Guideline” sebagai kerangka acuan bagi kesinambungan IPMALAY di masa yang akan datang.
Dalam beberapa diskusi informal yang secara intensif diselenggarakan oleh IPMALAY di sekretariat IPMALAY, beberapa fakta sejarah terkuak. Dalam nuansa bulan ramadhan dengan berbagai aktivitas persiapan menjelang lebaran, sepertinya tidak menyurutkan semangat-semangat kebersamaan yang tercermin dengan diskusi-diskusi informal tersebut, bahkan para “sesepuh” yang pernah terlibat dengan berbagai problematika IPMALAY dengan kebesaran hati masih menyempatkan untuk bercengkerama dengan adik-adiknya. Dari sinilah beberapa latar belakang munculnya gagasan yang pada akhirnya diwujudkan dengan IPMALAY, dibeberkan.
Berangkat dari sebuah kesadaran akan “tends to change”, akhirnya banyak lulusan terutama lulusan sekolah-sekolah menengah atas di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara yang tersebar dalam beberapa titik konsentrasi, sebut saja Rantauprapat, Aek Nabara, Aek Kanopan, Kotapinang, Perlabian dan sekitarnya (PARIS) dan titik lainnya memutuskan untuk melanjutkan studinya ke Jogja. Dan bukanlah sebuah keputusan yang tanpa pertimbangan untuk memilih Jogja sebagai labuhan berikutnya. Citra yang terbangun tentang Jogja sebagai kota pendidikan, bukan sebuah fenomena lekang sampai sekarang.
Sampai pada akhirnya, niatan-niatan yang mengantarkan seseorang hingga akhirnya sampai di Jogja yang pada saat itu lebih pada niatan individu, membawa sebuah kecenderungan untuk lebih menguatkan niatan-niatan tersebut menjadi sebuah niatan bersama. Paling tidak dari aspek-aspek primordial,bahwa ada kesamaan yang melekat pada masing-masing individu. Perubahan niatan itu didasari juga oleh sebuah realitas lampau bahwa apa yang kita dapatkan di kampung halaman sangat jauh dari apa yang sesungguhnya diperlukan oleh seorang pelajar, yang mulai membaca adanya ketimpangan-ketimpangan pada sistem social yang ada. Dari proses membandingkan tersebut kemudian muncul kekhawatiran-kekhawatiran yang sangat perlu untuk diakomodasi. Proses “melacak” akhirnya menjadi aktivitas yang mendominasi perkembangan awal IPMALAY.
Pada tahapan selanjutnya, dengan aktivitas “kumpul-kumpul” dan ‘’kongkow-kongkow’’ ini gagasan tentang IPMALAY mulai diwacanakan. Namun, sebagaimana seorang anak kecil yang baru saja membuka mata dan memandangi realitas sosial disekitarnya, kegamangan menjadi harga mati yang melekat pada perkembangan IPMALAY. Ditambah, bobroknya sistem sosial dalam konstruksi sosial masyarakat secara umum pada waktu itu berdampak pada tidak adanya upaya kontrol terhadap entitas ini.Tanpa adanya sebuah visi bersama, komitmen bersama untuk mengembangkan IPMALAY sesuai pada proporsinya sebagai sebuah organisasi, sebuah ikatan keluarga bagi pelajar dan mahasiswa dari Labuhanbatu, proses yang mendominasi pada tahap ini lebih pada proses yang berangkat dari pertimbangan pragmatis saja. Aktivitas yang dilakukan sebatas aktivitas-aktivitas yang diamini oleh sebagian besar partisipan, sebagai aktivitas yang “menyenangkan”.
Tidak adil kiranya meniadakan keberadaan minoritas pada waktu itu yang mungkin memendam gagasan-gagasan tentang arah yang semestinya dilalui oleh IPMALAY. Visi sebuah organisasi sulit untuk dilepaskan dari visi seseorang yang memang benar-benar memiliki cara pandang yang “benar” tentang organisasi, dan tidak cukup sampai di situ saja, seseorang tersebut harus berhadapan dengan dominasi mayoritas yang ternyata tidak cukup beralasan untuk dikategorikan sebagai mayoritas yang “benar”. Dan pada periode ini, visi dari pelaksana (pengurus) IPMALAY sebenarnya cukup solid. Dalam artian, segala aktivitas IPMALAY masih dapat dilaksanakan meskipun secara utuh kurang tepat sasaran. Mengingat aktivitas-aktivitas tersebut masih sebatas memfasilitasi proses anggota-anggota, yang artinya belum berupaya untuk “keluar kandang” dan berinteraksi dengan organisasi-organisasi diluar.
Pada babak berikutnya, kejadian-kejadian yang bersifat nasional dan berbagai realitas sosial sebagai efek bawaan dalam lingkup IPMALAY sendiri, turut berkontribusi bagi munculnya ide-ide kritis dari generasi-generasi berikutnya. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan mulai bergeser pada koridor kesadaran kritis. Beragam upaya dalam rangka memperkuat fondasi organisasional yang tetap bertolak dari nilai kekeluargaan,mulai dirintis. Namun, benturan antara visi yang “jelas” yang dimunculkan orang-orang kritis di IPMALAY yang notabene masih terbilang minor bahkan sampai sekarang, dengan mayoritas “apatis”, tidak selesai.
Dengan beragam kejadian pada periode kepengurusan sebelumnya yang didominasi permasalahan internal yang lebih kepada masalah preferensi dan prioritas, yang berdampak pada sulitnya membangun silaturahmi antar anggota yang semakin bertambah dan kian tersebar di penjuru Jogja, ternyata tidak menyurutkan kebersamaan yang terbangun dalam IPMALAY.
“IPMALAY, masih mau status Quo?”
Sampai pada periode kepengurusan (2004-2007), dengan berbagai tawaran baru dalam upaya untuk tetap mengakomodasikan berbagai preferensi yang silih berganti masuk dalam pertumbuhan IPMALAY sebagai sebuah organisasi, kesulitan klasik tentang sikap dari kebanyakan anggota yang mengarah pada “apatisme” masih terjadi. Mirip dengan situasi dan kondisi yang dihadapi pada periode sebelumnya, terjebak dalam permasalahan partisipasi dan kontribusi baik dalam level pemikiran maupun kerja dari anggota masih rapuh.
Namun, terlepas dari beragam permasalahan klasik tersebut, adalah sebuah kesalahan, bila kemudian kita memilih untuk diam, menerima apa adanya, tanpa mengambil peran dalam sebah proses perubahan. Terkait dengan status Quo IPMALAY yang dipaparkan di awal gagasan, permasalahan klasik dalam lingkup internal organisasi yang bahkan sampai sekarang masih terjadi harus dipandang dan selanjutnya disikapi dengan cara yang baru. Bukan malah mempertahankan tawaran-tawaran lama yang membawa IPMALAY pada status Quo terhadap permasalahan di dalamnya. Terlebih dengan kecenderungan perkembangan dinamika sosial dalam skala nasional maupun global yang membawa sebuah konsekuensi logis berupa kompetisi global yang sangat sulit.
IPMALAY harus segera melakukan re-thinking terkait dengan dilematika internal dan tantangan global di luar wujud nyata dari proses re-thinking tersebut adalah mengembalikan visi awal IPMALAY dan selanjutnya memastikan bahwa masing-masing pihak yang terlibat di dalam maupun pihak-pihak yang terkait di luar IPMALAY memahami bahwa eksistensi IPMALAY adalah sebagai wahana proses “pendidikan” yang menjadi gagasan awal terlahirnya organisasi ini. Bukan semata-mata berkumpul dengan orang-orang yang secara historis kultural memiliki kesamaan. Proses “pendidikan” adalah sebuah proses yang seharusnya dimaknai lebih pada konteks proses yang terjadi didalamnya, bukan bentuknya yang terwujud dengan lembaga-lembaga maupun sistem berikut administrasinya yang telah terlegitimasi sebagai “pendidikan”(the main idea, not the form). Proses yang diharapkan dapat terbangun dari gagasan re-thinking IPMALAY ini tentunya hadirnya sebuah wahana yang efektif bagi kesinambungan proses belajar terutama bagi generasi-generasi muda IPMALAY di periode berikutnya.
Beragam aktivitas yang tengah diupayakan oleh para pengurus periode ini, telah membawa sebuah wacana baru bagi IPMALAY yang sebelumnya terkesan “terkungkung” di batasan-batasan lokal primordial saja. Bukan berarti mengesampingkan tujuan internal yang tetap harus dipertahankan, upaya-upaya strategis tersebut tetap dalam proporsi yang seimbang antara berdialog dengan realitas sosial di luar, dengan tanggungjawab sosial terhadap masyarakat Labuhanbatu, dari mana IPMALAY berangkat. Aktivitas-aktivitas seputar kepulangan putra-putri terbaik Labuhanbatu menjelang lebaran tahun ini, seperti “mudik bareng 2007” yang dikerjakan serentak dengan ikatan-ikatan dari kabupaten lainnya dilingkup Sumatera Utara, termasuk berbagai agenda program yang akan dieksekusi nantinya selepas hari raya, adalah sebuah upaya nyata menjaga keseimbangan proses internal dan keluar.
Tanpa bermaksud menyerah dan berhenti hanya pada tahapan ini saja, masih ada tugas berat IPMALAY yang belum terselesaikan yaitu menyiapkan kerangka proses regenerasi yang selalu menjadi momok dalam tiap organisasi. Lagi-lagi, bercermin pada sejarah pada periode-periode sebelumnya, sikap mental yang “apatis”, dalam bentuk nyata ketidakpedulian yang tidak hanya terjadi pada generasi sebelumnya, akan menjadi sebuah kerja yang sia-sia, jika semangat-semangat yang berhasil terangkat lewat beragam tawaran baru tersebut tidak menjadi sebuah proses yang berkesinambungan, dengan tidak adanya kesadaran kritis dari generasi berikutnya untuk melanjutkan perjuangan yang tidakpernah berhenti ini. Dengan itu semua, apakah IPMALAY masih akan bertahan dengan status Quo? TIDaaKK!!!!

WAJAH IPMALAY 2

0 komentar

WAJAH IPMALAY 2
ADAKAH KATA TERLAMBAT UNTUK BELAJAR MEMBACA?
buah fikir seorang sahabat berfikir @ji , feb ‘05

Proses pembelajaran dalam berbagai bentuk dan medianya tidak akan pernah lepas dari aktivitas tersebut dalam judul di atas. Sebagaimana telah tertuang dalam berbagai tulisan dan gagasan baik yang terpublikasikan maupun yang hanya bersifat konvensi dari masyarakat karena imbas dari akulturasi budaya, membaca bukanlah semata-mata hanya merangkai aksara demi aksara yang pada akhirnya mempunyai makna tertentu yang akan sangat berbeda dengan entitas huruf jika entitas tersebut masih berdiri sendiri. Sebelum akhirnya menjadi sebuah pengetahuan yang bernilai bagi manusia.
Dalam perkembangannya, manusia dituntut untuk semakin pandai dalam membaca sejalan dengan perkembangan kejiwaannya. Tanpa adanya dukungan kapasitas membaca yang baik, ketimpangan antara perkembangan kebutuhan manusia yang sangat erat hubungannya dengan perkembangan kejiwaan seseorang akan menjadi permasalahan laten yang mau tidak mau harus dihadapai. Tanpa bermaksud untuk mereduksi gagasan awal tentang aktivitas ini dengan terlalu mempermasalahkan teori-teori yang membangun dan menyertai perkembangan aktivitas ini, kita, sadar atau tidak disadari, masih sering terjebak dalam lubang yang disebabkan pembacaan yang salah. Era otonomi daerah dengan berbagai isu-isu ‘strategis’nya sebagai wujud perkembangan dalam aspek pengelolaan dan pelaksanaan kebijakan daerah, perkembangan peradaban manusia melalui berbagai ekstensinya seperti teknologi informasi dengan komputer, internet, mobilephone, fashion, dan berbagai karakteristik yang menjadi parameter dan sekaligus sebagai indikator perkembangan peradaban, telah banyak disalahartikan oleh para ‘muda’harapan bangsa kita. Kesan yang muncul dan diterima oleh masyarakat yang lain justru kontradiktif dari niatan awal yang menjadi pemicu munculnya berbagai perkembangan tersebut. Tidak tepat kiranya ketika kemunculan fenomena-fenomena tersebut tidak diartikan sebagai perkembangan. Namun akan sangat ironis jika dengan munculnya berbagai gagasan baru tersebut tidak ditindaklanjuti dengan arah gagasan yang tepat dan strategis.
Telah cukup terpahamkan bagi kita bahwa ilmu bukanlah sesuatu yang given. Dan, kalaupun hal tersebut kita artikan secara terbalik, tidak akan mempengaruhi kemurnian dan kemuliaan proses menuju ilmu itu. Bukan semata tentang ilmu itu sendiri. Penanganan konflik atau manajemen konflik, manajemen perubahan, adalah beberapa ‘ilmu’ baru bagi beberapa kalangan. Bahkan mungkin mayoritas masyarakat Indonesia. Tidak familiernya masyarakat dengan istilah ini sajapun, bukan berarti masyarakat tidak pernah mengalami dan merasakan fokus kajian dari ilmu tersebut. Justru sebaliknya, masyarakat Indonesia yang kenyang dengan pengalaman konflik dalam berbagai motifnya sebenarnya telah membentuk pemahaman bagi masing-masing tentang hal-hal yang baru tersebut, meskipun batasan-batasan obyektifitas yang senantiasa dibutuhkan bagi terlegitimasinya sebuah ilmu masih belum jelas. Namun sekedar informasi, di UGM, studi tentang hal tersebut bahkan telah sampai pada hal-hal kecil yang akhirnya dibentuk dalam sebuah jurusan bagi mahasiswa pascasarjana. Sebagaimana jurusan tersebut, ada lagi jurusan-jurusan ‘baru’ seperti politik lokal dan penyusunan kebijakan daerah, yang dalam beragam bahasa, kami sendiri sebagai mahasiswa masih berusaha membaca kemunculan fenomena-fenomena baru tersebut sebagai bentuk aktualitas UGM dalam memberikan jaminan mutu kelulusan mahasiswanya. Tapi, siapakah orang yang benar-benar dapat memberikan jaminan bagi tercapainya tujuan pendidikan yang telah dikupas tuntas, tas, tas, dalam buletin sebelumnya, sekarang maupun dalam berbagai media yang lain yang telah disepakati sebagai sebuah proses (the main idea not the form) ?
Terkait dengan masalah organisasi kedaerahan, maupun aktivitas politik dalam level yang lebih tinggi, beberapa waktu lalu IPMALAY mengalami beberapa konflik di lingkup internal dalam berbagai level pemahaman. Sebenarnya terlalu arogan untuk menggunakan hierarki pemahaman yang akan memunculkan si bodoh dan si pintar, tapi demikianlah adanya, bahwa akibat pembacaaan permasalahan sosial yang tentunya membutuhkan kemampuan membaca yang lebih dari sekedar merangkai aksara yang salah, akan menimbulkan pemahaman yang salah. Tanpa adanya kontrol sosial yang tegas akan berdampak pada penyesatan pemahaman, pembodohan, dan beragam adampak negatif yang lain di masa mendatang. Pada saat sekarang atau dulu, kita senantiasa terjebak pada cara orang ‘menjual’ gagasan bahkan tentang masa depan bukan hanya masa depan si penjual namun juga masa depan orang yang membeli jualannya. Selain konflik yang terkait dengan pemahaman, muncul juga konflik yang lain berkaitan dengan perimbangan (dalam bentuk yang lebih solid) hak dan tanggungjawab. Bukan kewajiban. Efektifitas kegiatan di sela-sela aktivitas akademik di kampus tentu membutuhkan kesiapan pembacaan tentang beragam kecenderungan yang akan muncul dengan ragam karakteristik kepribadian yang harus dapat terfasilitasi demi eksistensi gagasan utama dari kegiatan IPMALAY sendiri. Argumen tentang efektifitas dan komitmen terhadap tujuan perjuangan IPMALAY sendiri masih senantiasa membawa dampak yang dalam banyak cara masih disalah artikan sebagai pemanfaatan bukan pemberdayaan. Lagi, salah membaca!Dengan sekian contoh permasalahan dan ribuan permasalahan yang mungkin akan datang, masih pantaskah kita mempertanyakan : “apa kita tidak terlambat untuk belajar membaca ?” . mungkin anda akan memilih untuk menjawab YA!dan tergilas peradaban akibat sebuah kesalahan dalam ‘MEMBACA’.

WAJAH IPMALAY 3

0 komentar

WAJAH IPMALAY 3

“Manusia Pejuang Vs Manusia Bayaran’’
buah fikir seorang sahabat berfikir Rukman, feb ‘05

Manusia adalah kesatuan wujud yang sangat unik dan kompleks. Banyak hal yang membedakannya dengan makhluk lainnya di jagad ini, baik di lihat dari segi bentuk maupun fungsi. Dari bentuknya yang tidak ada manusia dilahirkan sama menampakkan betapa kompleksnya hasil evolusi dari perkawinan antara gen Adam dan Hawa. Hasil adaptasi dengan alam menghasilkan budaya serta perilaku yang berbeda. Perkembangan manusia selanjutnya sangat dipengaruhi oleh kemampuannya (akal pikiran) yang memang sangat berbeda dari segala makhluk yang ada di bumi dari golongan yang sangat renik (baca; virus) sampai mamalia bahkan dari golongan Cordata sekalipun yang diduga oleh para ahli memiliki hubungan kekerabatan yang paling dekat dengan manusia. Ilmu pengetahuan antariksa menprediksi bahwa di planet Mars di huni oleh makhluk yang lebih cerdas dari manusia, namun belum ada bukti sampai saat ini, manusia telah mengirimkan satelit penjelajah sampai ke sana, tetapi belum ada utusan dari Mars yang sampai di bumi. Bukan saja teknologi canggih saja yang menandai kehebatan manusia, tetapi banyak hasil karya manusia dalam bentuk pemikiran atau pahan, dari paham yang sangat humanis sampai paham-paham yang sangat ekstrem bahkan mengarah pada sesat pikir.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi selayaknya berpikir kembali akan peran dan tanggung jawab yang telah di bebankan kepadanya. Di satu sisi manusia telah mengukir sejarah yang sangat mengagumkan, tetapi terkadang kita tidak percaya bahwa sesungguhnya manusia telah menyebabkan kerusakan yang teramat sangat besar. Bukan saja kerusakan alam secara fisik, tetapi yang sangat besar adalah kerusakan pikiran, manusia mulai samar dalam menentukan garis batas antara hak dan kewajiban, serta semakin kesulitan dalam membentuk pola hubungan interaksi sosial yang sehat dan manusiawi antara manusia dengan manusia secara pribadi, interaksi antara kelompok dengan kelompok, interaksi bangsa dengan bangsa. Kita telah mengenal banyak cara dan banyak wadah yang dapat kita gunakan untuk saling berinteraksi (mungkin kita tidak bermasalah dengan wadah), tetapi apakah di dalam wadah tersebut kita bisa menemukan apa yang kita cari?, kebenaran?, keadilan?, kemerdekaan? dan lain-lain yang tercabut dari akar kemanusiaan kita?. Cukupkah agama dalam membentuk pribadi manusia yang sadar akan kemanusiaannya, mampukah Presiden 2004/2009 sebagai hasil pemilu paling demokratis di dunia membawa bangsa ini ke pada perubahan yang cepat dan mendasar, berpihak pada kepentingan rakyat? Dalam pentas dunia bisakah PBB dijadikan lembaga yang independen dalam menyelesaikan konflik internasional. Kita semakin sulit menemukan wadah yang benar-benar bebas dari kepentingan, yang hanya memperjuangkan kebenaran seperti yang terikrar pada saat pendiriannya?
Mari kita susun kembali pikiran-pikiran kita untuk menemukan kebenaran yang mendasar, kebenaran yang tanpa dibelengu oleh berbagai pikiran-pikiran sempit, kebenaran yang terbebas dari kepentingan sekelompok orang. Sepanjang zaman kebenaran selalu di temukan melalui jalan filsafat, dengan membangkitkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendasar dan muncul dari kondisi kejiwaaan yang bening, bebas dari tujuan apapun selain untuk menemukan kebenaran itu sendiri. Setelah kita menemukan jawaban-jawaban yang paling mendasar diharapkan kita akan memiliki dasar untuk bertolak menuju jalan yang lurus dan menerus.
Setiap manusia mempunyai keinginan dan ambisi untuk menjadi berbeda dan lebih dari orang lain, berpengetahuan lebih, berkarya lebih, berpartisipasi lebih, memiliki kepedulian lebih, yang intinya ingin memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Namun tidak jarang dalam mencapai ambisi tersebut tanpa disadari atau mungkin kita sengaja, kita telah melakukan perbuatan yang jauh dari etika dan moral.
Dari sejak dilahirkan alam telah mengkondisikan manusia untuk berjuang mengatasi segala bentuk hambatan yang ditimbulkan oleh keterbatasan pisik, indra, pikiran, emosi, mental kejiwaan dan lain sebagainya. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut diperlukan usaha yang keras dan tidak mengenal henti disertai dengan kontrol diri yang tinggi. Melalui kontrol diri yang baik akan lahir sebuah kesadaran nurani yang dibangkitkan dari energi positif yang ada dalam jiwa kita. Dengan kesadaran nurani ini setiap bentuk ambisi akan diperjuangkan dengan cara yang manusiawi dan bertujuan untuk mengangkat harkat dan nilai kemanusiaan tanpa menghianatinya walau dengan cara yang terselubung. Hanya dengan mencapai kesadaran nurani yang tinggi seorang benar-benar bisa menjadi manusia pejuang. Seorang yang benar-benar manusia pejuang tidak akan tinggal diam ketika saudaranya, sesamanya, ataupun manusia lain walaupun berada di dunia lain sekalipun dirampas hak hidupnya, dimarginalkan dengan berbagai cara yang di kemas dengan baju modernitas, dieksploitasi sumberdaya alamnya. Manusia pejuang selalu berusaha memunculkan kesadaran ditengah-tengah lingkungannya, kesadaran untuk terus melawan setiap bentuk penjajahan sehingga tidak ada lagi manusia-manusia yang tertindas di muka bumi ini.
Disetiap perjalanan sejarah yang selalu terekam oleh waktu, kita dapat melihat bahwa begitu banyak orang yang menyuarakan kemanusiaan, orang yang memiliki konsep-konsep sistematis dan logis dari setiap persoalan yang tumbuh subur dalam tatanan sosial masyarakat kita, mereka siap naik pentas untuk bertarung dengan mengerahkan semua kemampuannya untuk memenangkan pertarungan. Setiap pertarungan pasti harus ada yang jadi pemenang dan harus ada yang kalah. Namun bagaimana jika diantara petarung-petarung itu hanya siap untuk jadi pemenang, mereka tidak siap untuk menerima kekalahan. Dengan berbagai alasan menyangkal hasil akhir pertandingan. Mungkin ini sedikit fakta dari proses demokrasi yang baru saja terjadi di negeri ini. Agenda sakral yang harus dilaksanakan oleh bangsa ini, yang tidak boleh gagal, yaitu memilih siapa yang berhak atas plat dengan nomor INDONESIA 1 ternyata masih menyisahkan sedikit kelucuan dari masa kanak-kanak kita Sikap-sikap yang di pertontonkan setelah pertarungan usai seakan membuat cacat proses panjang yang melelahkan, yang telah mempertaruhkan soliditas masa sampai ke tingkat akar rumput, komunitas yang sangat awam dan rawan terhadap perubahan-perubahan isu-isu sentral. Kita semua tahu bahwa tidak ada satu pejuangpun yang benar-benar berjuang dengan kejujuran penuh, dengan niatan tulus 100 % memperjuangkan kepentingan rakyat!!! Sesungguhnya kedewasaan itu malah dicontohkan oleh rakyat dari golongan sudra, golongan yang jauh dari pemahaman demokrasi, segmen yang hanya mengikuti harapan bahwa suatu saat para petarung mampu menggulirkan perubahan yang memang di tunggu-tunggu. Mengapa rakyat kita lebih berhak untuk disebut sekedar sebagai guru yang bijak? Sesungguhnya mereka telah mengetahui (rahasia umum), bahwa memang tidak ada yang bermain dengan kejujuran penuh, yang berarti sedikit ada kelalaian untuk mematuhi aturan dari para pejuang idola kita, tetapi dengan antusias mereka dapat mengesampingkan hal-hal seperti itu, dan pada akhirnya rakyat kita tetap nyoblos. Sungguh hal yang luar biasa, seharusnya para pejuang yang bermain di level atas mampu membaca fenomena ini, dan kalau mereka tahu mungkin mereka akan tersenyum malu, atau mungkin mereka akan mengerutkan dahi dan seraya bertanya apa benar rakyat secerdas dan sebijak itu dalam bersikap? Wahai para bapak bangsa mulailah untuk menari bersama melodi yang didendangkan dari nurani rakyat walau mengalun dari puncak gunung yang sunyi, minumlah dari cawan yang berisi air derita berkepanjangan mereka, singgahlah di peristirahatan rakyatmu yang terbuat dari balai bambu, yang tersembunyi di lorong-lorong gua yang tak terusik oleh dering ponsel. Wahai sang pemenang pertanggung jawabkanlah setiap ide-ide luhurmu, pemikiran-pemikiran cemerlangmu, wujudkanlah janji-janjimu. (hati-hati dap?!! tulisanne mulai ngawurrrr, jangan asal kritik...).
Bagi pejuang yang belum beruntung, hendaknya berlapang dada, proses demokrasi tidak selayaknya menghasilkan pemenang atau pihak yang kalah, tetapi menjadi sebuah sistem yang paling adil yang diakui sebagian besar umat di bumi untuk melakukan pergantian pengemban amanat rakyat. Baik yang meraih nomor plat INDONESIA 1 ataupun yang belum beruntung semuanya adalah para anak bangsa yang memiliki cita-cita untuk membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan bemoral. Tidaklah kita harapkan bila masing-masing tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh ini kemudian masih tidak puas dengan apa yang terjadi. Harus diakui bahwa ketika pesta demokrasi berlangsung kekuatan rakyat terdiferensiasi menurut arah pemikiran yang di kehendaki, terkotak-kotak atau mungkin saling bertentangan satu dengan lainnya. Sekarang kita harus memandang ke depan, semua kita menginginkan perubahan yang positif, oleh karena itu migrasi pemikiran menjadi sangat penting artinya dalam mempersatukan kembali semua elemen dan kekuatan yang beragam tanpa dengan maksud melakukan proses fusi yang membunuh keanekaragaman.
Bila semua elemen dapat solid mungkin kita akan mendapatkan kekuatan dengan kadar 100 % (kekuatan positif untuk membangun), yang sangat ampuh dalam membenahi kondisi rumah nusantara kita. Kekuatan itu akan muncul bila setiap elit berusaha untuk turut menjadi agen perubahan, dengan mendukung pemegang kepercayaan rakyat tanpa melupakan peran kontrol. Kondisi yang sering kita temukan pasca pesta demokrasi adalah munculnya oposisi-oposisi yang mencari kelemahan yang dijadikan alat untuk berusaha membangkitkan opini ketidakpercayaan publik. Berawal dari sini instabilitas politik terjadi, kondisi seperti ini menjadi sangat baik sekali untuk bermain, membaca peluang dan kemungkinan yang dapat dijadikan pintu masuk ke ruang konflik dan kemudian menempati posisi-posisi lemah lawan. Kita semua harus mewaspadai orang-orang seperti ini, orang yang berjuang tanpa landasan yang jelas, pejuang yang hanya mencari keuntungan pribadi. Pejuang yang hanya mempedulikan posisi kelompok dan golongan. Pejuang-pejuang palsu begitu banyak di negeri yang kita cintai ini, termasuk di dewan terhormat DPR. Bayangkan sikap mereka yang melakukan aksi boikot-boikotan sidang, sepertinya mereka tidak berpikir kalau mereka adalah mewakili seluruh rakyat negeri ini, sungguh memalukan untuk kualitas dan kapasitas sebagai utusan yang menjadi penyambung lidah rakyat. Ketika didudukan di kursi yang paling banyak diinginkan oleh setiap orang di republik ini (di samping kursi WHO WANT’s TO BE A MILIONARE), di bayar dengan ‘RP’ besar, posisi dan legitimasi jelas diakui, tetapi ternyata masih mengabaikan peran dan tanggungjawabnya, kata apa yang pantas untuk menyebut orang-orang seperti ini???,
Sungguh bijak jika kita semua berpikir bahwa ada tujuan yang luhur dan mulia yang ingin kita capai bersama, perjuangan yang kita lakukan tidak harus dibayar dengan imbalan berupa apapun dalam bentuk apapun, apalagi sesuatu yang berwujud meterial atau bahkan kedudukan tinggi, tetapi pejuang sejati akan mendapatkan kepuasan batin yang luar biasa karena dapat memberikan apa yang ada pada dirinya untuk bangsa ini. Sekali-kali tidaklah berarti apa-apa bila perjuangan kita hanya untuk mengharapkan bayaran. Perjuangan yang di jalankan oleh ambisi ‘’fight & take’’ akan menjadi kekuatan penghancur yang lambat laun akan meruntuhkan segala apa yang telah kita bangun bersama, apa yang diperjuangkan oleh para pendahulu kita dengan tetesan darah dan air mata, yang tidak dapat dinilai dengan apapun juga.
Mari kita semua sepakat jika kita benar belum MERDEKA........!! Dan harus kita akui bahwa untuk meraih kemerdekaan intu akan manjadi semakin berat sebab lawa-lawan yang kita hadapi memakai baju yang sama, mereka adalah saudara-saudara sebangsa kita sendiri, yang berada di satu tenda, yang sama-sama meneriakkan reformasi atau jika masih kurang, revolusi.
Mari kita bersama-sama meragukan komitmen kita, meragukan ketulusan kita, meragukan kemampuan kita, meragukan hasil perjuangan kita, meragukan tujuan yang kita kejar, meragukan kebenaran jalan yang kita lalui. Teruslah pertanyakan pada nurani, karena kita bersandar pada indera yang hanya menangkap segalanya dengan semu, bukan yang sejati. Biarkan jiwa kita mengembara biarkan pikiran kita sesat sesaat tapi hati kita sesungguhnya mengejar keyakinan yang hakiki. Dari proses meragukan itu semoga mengalir gairah untuk terus berproses, terus berusaha mencari terminal terakhir dimana kebenaran ada, walau sampai akhir napas kita.
Wallahuallam.............................

MENATAP KEMBALI SEBUAH PENDIDIKAN

0 komentar

MENATAP KEMBALI SEBUAH PENDIDIKAN
buah fikir seorang sahabat berfikir @ji , feb ‘06

Dengan beragam resiko terutama anggapan retoris dan normatif yang paling mungkin muncul ketika mendengar istilah pendidikan, bukanlah argumen yang rasional bagi sebuah wacana untuk dikubur begitu saja. Terlebih tentang pendidikan. Apa yang telah kita dapat dari proses menuju seorang terdidik, ternyata tidak banyak merubah keadaan yang kita hadapi. Tanpa meniadakan perubahan yang telah maupun yang sedang dilakukan untuk tetap bertahan dalam proses hidup yang progresif, bukan tanpa alasan ketika kita harus menatap secara utuh sebuah proses yang bertajuk pendidikan tersebut.
Terlepas dari beragam pemahaman yang dimunculkan para ilmuwan tentang hakikat pengertian waktu, anggapan yang telah “diterima” adalah bahwa waktu bergerak progresif menuju ke ujung yang sampai saat ini belum terpetakan oleh kajian keilmuan. Terkait dengan proses pendidikan, perkembangan proses ini dari berbagai tahapan dan berbagai jenis dan skalanya seakan bergerak “mundur”, untuk tidak terjebak pada pemahaman sempit dari “tertahan”. Dimensi waktu dengan berbagai tanda-tanda unik di tiap bagiannya, agaknya terlalu cepat untuk direspon dan pada akhirnya disikapi dengan benar oleh seorang manusia. Bagi beberapa orang yang lebih memahami permasalahan tersebut, pilihan untuk membagi pemahaman tersebut dengan kepada orang lain, terbentur berbagai batasan yang pada akhirnya membawa dominasi pengetahuan dan elitisme intelektual sebagai resultan dari proses mulia tersebut(pendidikan). Batasan-batasan seperti apakah yang menghambat proses transfer pengetahuan ini? Kelembaman kultural, yang berkaitan dengan pembentukan perilaku adalah salah satu batasan yang “tampak” selain batas-batas lainnya
Pendidikan dalam wujud nyatanya yang terlegitimasi oleh konsensus masyarakat sebagai objek pendidikan pada praktiknya tidak bisa terlepas dari kecenderungan pembentukan kebiasaan yang memiliki dikotomi selain sebagai proses menuju kesadaran, juga sebagai batasan yang menghambat kesadaran itu sendiri. Dalam kaitannya dengan proses pendidikan yang dianggap tidak mampu berbuat banyak untuk menghasilkan output yang sesuai dengan proses yang disusun, yaitu kesadaran kritis. Kesadaran untuk tidak terjebak pada kebiasaan yang telah terbangun bahkan dalam prosses pendidikan itu sendiri. Dalam tahapan selanjutnya, sesudah pendidikan formal yang harus dijalani seseorang, kesadaran kritis adalah komponen utama bagi berkembangnya pemahaman seseorang terkait dengan kemampuannya untuk membentuk kerangka aktualisasi pemahaman yang dimilikinya. Sebagaimana jargon yang digunakan pemerintah dalam gagasan otonomi daerah, “respon” adalah kunci utama keberhasilan upaya pelayanan dalam mindset pemerintahan yang baru.
Dengan argumen tersebut, kiranya tidak berlebihan jika tujuan proses pendidikan yang dikukuhkan dalam bentuk kurikulum pada level formal adalah pembentukan sense, kepekaan yang akan menghasilkan kesadaran kritis. Berangkat dari premis yang tertuang dalam keseluruhan tema yang ingin diwujudkan lewat buletin ini, bahwa tidak yang final dalam proses yang harus dilalui oleh seorang manusia, dalam lingkup internal maupun dalam kaitanya dengan realitas diluar dirinya, tidak ada alasan bagi siapapun yang sadar akan keterlibatannya dalam proses pendidikan untuk berhenti pada pemahaman pendidikan yang telah ada di kepala masing-masing.
Sulit untuk beranjak dari kebiasaan yang telah terbangun. Lantas, upaya seperti apa yang harus dan dapat kita lakukan sekarang terkait dengan keterlanjuran yang ada? Langsung merombak seluruh kebiasaan bukanlah solusi yang cukup tepat. Perubahan yang ingin dihasilkan dari pemahaman tentang proses pendidikan bukanlah perubahan yang ekspolsif, rigid yang cenderung menimbulkan masalah baru berupa eforia. Perubahan yang ingin diwujudkan adalah perubahan pada tataran pemahaman, gagasan, dan ide. Bahkan tentang perubahan itu sendiri. Berkembangnya pemahaman pengetahuan seseorang ternyata tidak bisa dipastikan sebagai ukuran keberhasilannya menghadapi realitas yang berkembang di sekitarnya. Yang banyak terjadi masih tidak jauh dari ungkapan kegamangan, ketidaktahuan ketika harus mengaktualisasikan pengetahuan tersebut. Aktualisasi pengetahuan yang telah ada, divonis sebagai korban keterlanjuran yang telah ada sebelumnya. Bahwa bangsa kita bukanlah bangsa yang memiliki kontrol terhadap perkembangan pengetahuan. Bangsa inilebih terbiasa sebagai konsumen pengetahuan.
Lagi, gagasan di atas apakah lantas menjadikan kita berpikir apologis dengan berserah diri pada kesadaran magis yang (juga) telah sangat subur tumbuh di iklim keputusasaan yang seakan menjadi “warisan” bagi bangsa dengan track record seperti Indonesia ?
Terlalu “ngoyo woro” kalau kita mencoba dengan berbagai janji-janji sebagai bentuk optimisme, salah satu bahan yang sempat dicuri ganasnya masa transisi yang terjadi di Indonesia. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, yang terpahamkan di kepala mereka ternyata bukan lagi perubahan tatanan, seperti yang pernah mereka tuntut setelah masa represif orde baru. Justru malah mereka lebih bisa menjalani kehidupannya dengan tenang, minim konflik pada tatanan lama tersebut. Tapi, reformasi dan berbagai dinamika yang menyertainya sampai saat ini tidak memberi kesempatan lain bagi kita selain terus maju ke medan kegamangan, dimana kita harus menilai, mengukur dan menghadapi sendiri musuh kita yang tidak pernah kita temui sebelumnya. Terkait dengan upaya pendidikan, sebagai upaya yang paling strategis dan realistis bagi bangsa ini, dalam artian bukan untuk memenangkan kompetisi global yang “liar”, gagasan untuk mengembalikan established value yang telah terbangun menuju pada core value pendidikan, diharapkan dapat menjadi titik terang bagi kegamangan bangsa ini. Wujud dari gagasan yang telah dirintis melalui KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi) pada pendidikan dasar dan menengah dan jaminan mutu kualitas lulusan perguruan tinggi yang beberapa waktu yang lalu ditandatangani oleh beberapa rektor dalam sebuah nota kesepakatan, masih membutuhkan kontribusi dari kita (baca: pelajar, mahasiswa, pemuda) sehingga kita ikut berperan dalam upaya “bertahan” secara menyeluruh.
Sejauh ini, kontribusi yang paling sering muncul dari golongan tersebut tidak lebih dari mengkritisi dan mencari kelemahan gagasan yang dimunculkan para pendahulu (yang lebih dulu) yang mungkin tidak lebih menyentuh hal-hal yang justru kita yang lebih dapat merasakannya. Membentuk kerangka aktualisasi yang konstruktif bagi kita sendiri dan masyarakat adalah salah satu core value yang ingin diwujudkan oleh banyak pihak terutama dari kalangan muda, yang merasa akan menjadi sebuah value added process ketika sebuah pengetahuan meskipun sedikit dapat terrealisasi dalam sebuah solusi konkrit bagi masyarakat. Dan hal ini sangat tidak bertentangan dengan proyeksi mewujudkan pendidikan dengan nilai-nilai yang kokoh terbangun dalam tiap-tiap implementasinya.
Dan untuk mewujudkan established value bukanlah kerja yang selesai dalam rentang waktu yang dimiliki oleh sebuah generasi. Bisa jadi manfaat dari gagasan yang dimunculkan baru bisa dirasakan oleh anak cucu kita.
Sekedar mengulangi, tanpa adanya ketulusan dalam menjalani sebuah proses terutama pendidikan, mulut kepicikan telah menganga dan menanti anda datang tanpa pernah tahu bahwa anda sedang menuju ke sana. Berikutnya adalah giliran anda untuk menentukan pilihan tentang proses yang ingin anda jalani. Semua perubahan besar berawal dari perubahan dalam diri kita sendiri. Kuno? mungkin. Terserah bagaimana anda menatap kembali kesimpulan tersebut.

REPOSISI ORGANISASI DAERAH

0 komentar

REPOSISI ORGANISASI DAERAH

“Sebuah upaya strategis atau apologis ?”
Reborn by AdJiE!
Fenomena organisasi daerah adalah realitas klasik bagi masyarakat intelektual (baca : mahasiswa) Indonesia, terutama yang menjalani masa studinya di luar daerah asalnya. Salah satu catatan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan, peran organisasi pemuda daerah, mutlak memainkan bagian penting dalam keseluruhan skenario perjuangan bangsa Indonesia. Masih terlalu melekat dalam ingatan bangsa Indonesia,28 Oktober 1928, kurang lebih 76 tahun yang lalu,betapa pernyataan bersama dari organisasi pemuda di seluruh penjuru tanah air seolah menjadi penyejuk di tengah gerahnya para pejuang akan penjajahan yang dialami, dan menjadi penyulut semangat perjuangan yang telah kelelahan. Dengan pernyataan bersama sebagai sebuah komitmen untuk berbangsa, bertanah air dan berbahasa satu dalam ruang perjuangan itu memandu arah perjuangan yang tadinya terpecah, menjadi lebih terintegrasi dan strategis.
Dalam dinamika perkembangan bangsa, dimanapun, sulit untuk dihindari bahwa peran generasi muda sangat vital bagi konsistensi sebuah perjuangan. Dalam babak-babak perjuangan, baik merebut, mempertahankan atau membangun sebuah kemerdekaan, kontribusi dari generasi muda seakan menjadi satu-satunya tolok ukur dan indicator bagi keberhasilan perjuangan tersebut. Budi Utomo, Sumpah Pemuda adalah salah satu contoh wakil genre dan hasil dari upaya pemuda sebagai pendobrak perjuangan bangsa ini. Simak juga kekhawatiran seorang JFK terhadap kecenderungan yang mewabah di kalangan muda Amerika sebagai dampak pasca pemberlakuan wajib militer bagi perang-perang yang dilakukan Amerika. Al hasil, segala upaya yang dilakukan diarahkan dalam kerangka mereduksi dan bahkan menghilangkan trauma yang terjadi. Bahkan dalam beberapa kejadian baru dalam dinamika nasional, peran mahasiswa sebagai intelektual muda adalah salah satu pull factor bagi beberapa perubahan tatanan bangsa. Demikian pentingnya peran generasi muda, sehingga bukan hanya nasib sebuah bangsa yang menjadi taruhan, bukan tidak mungkin nasib peradaban sangat ditentukan oleh kelas ini
Belakangan, entah dikarenakan cepatnya dinamika bangsa Indonesia yang tengah menata kembali fondasi dan tatanan serta arah perjuangan yang sempat tercabik-cabik oleh ganasnya dinamika di luar, ditambah wacana tentang globalisasi, berbagai gagasan tentang peran sentral generasi muda seakan-akan terabaikan. Bahkan oleh kalangan generasi muda itu sendiri. Perubahan dalam berbagai aspek bangsa ini menimbulkan kegamangan yang luar biasa bagi generasimuda dalam menentukan sikapnya. Dalam mengahadapi realitas inilah, sangat penting bagi generasimuda untuk tetap konsisten melakukan re interpretasi dengan kualitas dan kecepatan yang sangat tinggi.
Isu-isu globalisasi, sebagaimana dimunculkan di awal, dengan berbagai indikator-indikatornya memiliki andil besar bagi perubahan-perubahan yang terjadi. Perkembangan teknologi yang berakibat pada cepatnya arus informasi yang kian memudahkan lalu lintas ide dan gagasan bahkan dalam skala global sekalipun. Tanpa adanya pemahaman yang utuh terhadap berbagai perubahan tersebut, nilai-nilai yang telah tumbuh dalam sebuah masyarakat dan telah menjadi fondasi berdirinya sebuah bangsa sebesar Indonesia akan tereduksi dan terlupakan. Bukan tidak mungkin, dengan berbagai potensi sosialkultural yang dimiliki Indonesia akan menjadi potensi konflik dan menyerang balik integrasi bangsa se-heterogen Indonesia.
Yang menjadi focus permasalahan adalah peran sentral generasi muda (baca : mahasiswa) sebagai penggerak utama dalam kaitannya dengan fenomena organisasi daerah. Fenomena organisasi daerah yang banyak dijumpai terutama di kota-kota yang menjadi pusat tujuan pendidikan, mutlak tidak akan ada tanpa keberadaan mahasiswa sebagai aktor utamanya. Hubungan yang telah menjadi keniscayaan tersebut belakangan agaknya merenggang. Terkait dengan berbagai dampak globalisasi yang mengantarkan manusia pada pemahaman yang lebih dari sekedar modern. Faham yang dikenal dengan istilah posmodernisme ini telah merambah ke berbagai aspek kehidupan manusia. Bahkan tanpa kita sadari sudah sedemikian dekat, sekedar contoh adalah pola konsumsi yang kita lakukan seringkali bukan dalam rangka menjawab kebutuhan yang masing-masing memiliki level pemenuhan sendiri, tapi lebih pada konsumerisme yang “membabi buta”. Contoh tersebut sekedar menunjukan betapa perilaku kita telah berubah dan seringkali perubahan tersebut bukan perubahan yang progresif realistis. Kita telah dengan mentah-mentah menelan apa yang ada tanpa ada upaya untuk membaca kembali secara utuh fenomena yang terjadi dalam dinamika kehidupan kita. Output dari kian maraknya fenomena seperti ini adalah generasi-generasi “pop”. Bukan pop dalam pengertian sebenarnya yang memiliki kriteria-kriteria sendiri, tapi lebih kepada “asal pop”.
Realitas sosial seperti kecenderungan “asal pop” menyeret generasi muda kita untuk lebih menerima apa yang menjadi trend, yang lebih mayor. Sementara berbagai faham dan realitas yang minor terlupakan begitu saja dengan berbagai ungkapan apatisme di sepanjang jalannya. Eksistensi organisasi daerah dan pandangan yang berkembang tentang eksistensinya tersebut pada akhirnya terimbas. Perspektif lain yang agak lebih baik adalah tetap mengakui eksistensi organisasi daerah, namun eksistensi tersebut dianggap sebagai sebuah end product yang tidak memerlukan analisa kritis lagi untuk tetap relevan dengan tuntuan perkembangan peradaban secara umum.
Dalam tahapan awal proses belajarnya, kebanyakan orang akan berangkat dari pertimbangan yang sangat pragmatis (like and dislike). Di lain pihak, kejiwaan generasi muda yang lebih sensitive terhadap sesuatu yang “baru”, berhadapan dengan permasalahan globalisasi dan berbagai konsekuensi logis, baik yang telah terpetakan maupun yang belum, pada akhirnya berdampak pada perspektif berpikir yang apologis dan cenderung apatis, apalagi terkait dengan organisasi daerah. Generasi muda yang semestinya menjadi pionir bagi eksistensi organisasi daerah, terjebak dalam kompleksitas permasalahan sebagaimana terurai di atas. Ditambah image yang seringkali dikaitkan antara organisasi daerah dengan “penguasa” berujung pada sebuah kesimpulan prematur bahwa organisasi daerah adalah kepanjangan tangan penguasa, keterjebakan yang dialami oleh generasi muda dan organisasi daerah sebagai entitas independen kian rumit untuk diurai.
Berikutnya apakah organisasi daerah masih cukup relevan dan efektif sebagaimana gagasan awal yang menjadikan organisasi, baik yang bersifat kedaerahan maupun di luar itu sebagai sebuah media bagi generasi muda untuk tetap berproses di luar proses formal yang harus mereka jalani. Apakah organisasi daerah masih dapat memfasilitasi semangat-semangat kolektif yang telah terbukti mampu mengentaskan bangsa ini dari permasalahan penjajahan?
Adalah sebuah kesalahan ketika permasalahan telah dimunculkan, dan bukannya berupaya untuk menjawab atau paling tidak menentukan sikap yang “benar”, sehingga kegamangan tidak lagi menjadi dominasi generasi muda. Bukan tidak mungkin posmodernisme yang menghasilkan dampak berupa kecenderungan individualisme ditambah dinamika nasional seperti fenomena otonomi daerah dan kegamangan yang mewabah pada generasi muda bukan tidak mungkin isu-isu separatisme akan menjadi permasalahan krusial bagi bangsa ini. LAGI!!
Dari sekian gambaran permasalahan yang harus dihadapi generasi muda, berikutnya organisasi daerah yang terimbas pada skala yang lebih besar lagi, bangsa ini, solusi yang ditawarkan di sini adalah sesuatu yang sederhana. Kotradiktif dengan gambaran permasalahannya, solusi tersebut adalah gagasan re-thinking yang dipadukan dengan kecepatan respon dalam membaca dan menyikapi dinamika kehidupan subjek dan objek kajian, yaitu generasi muda dan organisasi daerah. Namun solusi tersebut masih terlalu kualitatif untuk langsung diimplementasikan pada kondisi yang sebenarnya.
Masalah apatisme yang mewabah di kalangan muda, belum serumit permasalahan lain semacam dehumanisasi, dan demoralisasi, meskipun masalah tersebut saling terkait. Apatisme ini tumbuh subur dikarenakan beberapa sebab utama, terutama tingkat kejenuhan generasi muda mengenai fenomena objek (organisasi daerah) yang terkesan monoton, dan “itu-itu aja”. Bagi kebanyakan generasi muda, kecenderungan untuk mendapatkan wacana-wacana baru, akan lebih banyak dijumpai “di luar” kerangka organisasi daerah. Secara ekstrem, organisasi daerah dianggap tidak mampu memfasilitasi need of achievement yang melekat dalam perkembangan mental generasi muda. Berbagai perkembangan teknologi sebagaimana sebelumnya, kian memudahkan siapa saja untuk memperoleh wacana-wacana baru tersebut.
Kurang lebih dengan permasalahan generasi muda sebagai subjek permasalahan, fenomena organisasi daerah sebagai objek, meskipun independen, akan berhadapan dengan kompleksnya permasalahan generasi mudanya. Masalah organ daerah sangat tergantung pada pelaksananya. Bahkan lebih parah, telah dianggap sebagai sebuah kewajaran ketika tanggungjawab mengenai organisasi daerah adalah “otoritas” beberapa gelintir pihak tertentu saja. Saling terkaitnya permasalahan tersebut, sebenarnya memudahkan upaya mencari akar permasalahan dan menemukan solusi yang tepat bagi permasalahan tersebut. Tanpa adanya interest tentang organisasi daerah, persoalan tanggungjawab pelaksanaan organisasi daerah mustahil terselesaikan, dan tanpa adanya variasi gagasan yang hanya muncul jika interest untuk berkontribusi dalam organisasi daerah cukup tinggi, mustahil organisasi daerah dapat beranjaka dari permasalahan kurang marketable –nya gagasan dan program yang akan dikerjakan.
Selanjutnya, langkah yang diambil haruslah lebih strategis, bahkan sampai level teknis kegiatan sekalipun. Secara garis besar, profesionalisme pelaksanaan organisasi daerah ternyata belum cukup terbukti. Dalam pemahaman dan skala yang lebih luas, strategis berarti bahwa setiap langkah yang diambil tetap pada batsan-batasan untuk mewujudkan tujuan bersama. Tanpa adanya koreksi dalam penentuan tiap langkah yang akan ditempuh oleh sebuah organisasi dapat membawa organisasi daerah ke arah yang salah dan besar kemungkinan justru menjadi pemicu konflik disintegrasi yang rawan dan dekat dengan fenomena organisasi daerah. Beberapa pengalaman mencatat bahwa organisasi daerah telah bergeser dari koridor organisasi sosialkultural, tapi telah menjadi “alat” bagi kepentingan beberapa orang saja. Dengan argumen tanpa upaya tersebut, kepentingan organisasi daerah sendiri tidak terfasilitasi, berbagai kejadian tersebut terlegitimasi menjadi sebuah kewajaran.
Terlepas dari kompleksitas permasalahan organ daerah tersebut, agaknya masih relevan untuk berkaca pada kejadian 76 thn yang lalu. Tanpa bantuan dari pihak manapun, hanya bermodalkan kesadaran kritis dan tanggungjawab moral, para pemuda dapat menyusun sebuah akar bagi terwujudnya kemerdekaan.
Pertanyaan yang harus dijawab sekarang adalah dimana posisi kita sendiri di tengah kegamangan generasi muda pada umumnya dan kegamangan organisasi daerah dalam upayanya menemukan posisi yang tepat, bukan hanya sebagai wadah bagi apologi-apologi yang picik? Berasumsi dari kecenderungan yang cukup besar pada generasi muda sekarang untuk bersikap apologis dengan berbagai pembenar retoris terkait dengan perubahan dan permasalahan yang muncul? Apakah kita masih menjadi penonton dan merelakan roda waktu menentukan arah perjalanan yang akan kita lalui?atau mungkin kita tidak lagi menonton, tapi apakah langkah kita cukup strategis dengan berbagai permasalahan di atas? Bukan jawaban bung! Hanya kerja yang bisa menjawabnya !!.

 
IPMALAY © 1988 | Designed by Lingkar Dalam Febri, in collaboration with IPMALAY | Ayo Update Kegiatan IPMALAY Dari Sini, Selamat Membaca