Menempatkan Harapan Bangsa pada Mahasiswa Daerah

Jumat, 06 Juni 2008 0 komentar


Menempatkan Harapan Bangsa Pada Mahasiswa Daerah

Rotasi pembangunan bangsa ini terus berputar dengan berbagai bentuk variasi tantangan yang dihadapinya, sedikit membaca sejarahnya maka mahasiswa mendapat porsi istimewa dalam sistem rotasi bangsa ini. Lahirnya sumpah pemuda, terbentuknya reformasi merupakan hasil kerja heroik kelompok intelek tersebut sehingga mahasiswa menjadi strata sakral dalam tatanan sosial bangsa ini dan menginpirasi generasi sesudahnya (pelajar) mengidamkan untuk dapat memakai jas almamaternya dan menjadi mahasiswa.

Pada Tahun 2008 ini kita memperingati 100 Tahun kebangkitan Nasional, 80 Tahun Sumpah Pemuda dan 10 Tahun Reformasi, dengan momentum ini memori kita diangkat kembali untuk mengingat dan mengakui peranan mahasiswa kita.

Waktu terus berlalu dan rotasi sejarah harus terus bekerja. Tahun ini kita memperingati perjuangan mahasiswa dan juga pada saat yang bersamaan kita akan mempertanyakan komitmen mahasiswa, sebab semakin banyak perguruan tinggi dan disiplin ilmu yang ditawarkan dan semakin banyak jumlah mahasiswa yang kita miliki ternyata bangsa kita masih bergelut dengan masalah klasik kemiskinan, pengangguran, gizi buruk yang memaksa kita untuk menagih pertanggungjawaban dari mahasiswa dengan gelar kesarjanaan yang mereka miliki.




Traumatic Intellectual

Melihat berbagai macam peristiwa kemanusiaan yang terjadi, masihkah masyarakat kita memberi posisi luang bagi mahasiswa dalam sistem rotasi bangsa ini? “wujuduhu kaadamihi” Sepertinya Masyarakat tidak lagi selera dengan status mahasiswa tersebut, Mahasiswa sudah tidak mampu mecari solusi untuk membantu menyelesaikan realita pada masyarakat. Sarjana Pertanian tidak mampu membuat sistem pertanian yang utuh sehingga mampu membantu masyarakat untuk membangn system pertanian yang baik dan memang masyarakat kita kebanyakan petani, Sarjana Ekonomi tidak mampu menemukan dan menjalankan strategi perekonomian yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan sistem perekonomian yang baik, Mahasiswa yang memiliki kesarjanaan dalam bidang kesehatan hampir tidak bisa membantu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat bahkan semakin banyak terdapat dalam masyarakat kasus gizi buruk, busung lapar dan berbagai kasus kontradiksi lainnya. Sikap pesimis masyarakat ini diungkapkan dengan kata-kata “ buat apa kuliah, habis-habiskan duit “. “sense of awareness “ terhadap lingkungan, kemiskinan, kebodohan yang mengitari rutinitas kegiatan sehari-harinya telah hilang sebab mahasiswa memang tidak bisa berbuat apa-apa. Mahasiswa lebih suka dengan proyek korporat yang ia dapatkan daripada menangani proyek sosial yang ada disekitar dan selalu berada dihadapannya.




Bertanya Pada Al-Qur’an

Sebagai umat islam tentulah kita kembali mencari solusi tentang fenomena ini dari kitab panduan hidup kita Al-Qur’an. Apa sebenarnya konsep Al-Qur’an mengenai tanggung jawab kaum intelek. Dalam surah At-taubah 122 Allah berfirman :

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Dalam ayat diatas Allah SWT mengingatkan agar tidak semua orang mu’min bersikap all out pada satu konsentrasi masalah (berperang) namun ada pembagian tugas bagi sebagian yang lain untuk mencari dan memperdalam ilmu pengetahuan dimanapun, kemudian tanggung jawab berikutnya bagi penuntut ilmu adalah kembali ke masyarakatnya untuk melakukan “ sharing knowledge “ (memberi tarbiyah) dan dengan tarbiyah ini agar masyarakatnya juga mempunyai modal keilmuan yang dapat menjaga dirinya dari pembodohan, penipuan kezaliman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, janganlah kamu menjermuskan diri kamu kedalam kesesatan.

Disadari ayat ini akan mengangkat perdebatan bagi kita semua “kembali (roja’uu)“ seperti apa yang diinginkan Al-Quran. Dari berbagai koleksi redaksional yang termaktub dalam beberapa ayat dalam Al-Quran maka ada dua opsi aktualisasi diri dalam terminologi Roja’uu. Opsi Pertama adalah dengan cara kembali secara Physicly dan juga Mindset (Fikrah & Jasadiyah) yaitu pulang kampung untuk menjadi katalisator aktif membangun daerah dan masyarakat, Opsi Kedua adalah kembali secara mindset (Fikrah) yaitu dengan cara mentransformasikan keilmuan yang dimiliki untuk membangun daerah asal meski tidak harus pulang kampung. Dibutuhkan kerjasama yang intens bagi mahasiswa yang berjuang pada opsi pertama dan yang berjuang dengan memilih opsi kedua.

Organisasi Mahasiswa Daerah Sebagai Media Sharing Knowledge

Realita ironi dalam masyarakat kita saat ini menuntut kita untuk lebih memberdayakan sense of humanism yang memang menjadi fitrah dan sudah kita miliki. Namun untuk pencapaian yang sempurna tujuan yang baik mestilah dilakukan dengan cara-cara yang baik (terorganisir). Banyak aset-aset sosial yang sudah lama kita miliki dan sekaranglah saatnya kita akan memetiknya sehingga kita memperoleh demografi deviden yang memuaskan untuk pembangunan masyarakat. Kebanyakan daerah bahkan ditingkat desa saat ini sudah banyak memiliki putra daerahnya yang menjadi mahasiswa dengan berbagai disiplin keilmuannya, Sayangnya potensi keilmuan yang dimiliki tidak diupayakan untuk dieksplorasi (diamalkan) sebagian merasa tidak mampu untuk mentransformasikan keilmuannya dan sebagian merasa keilmuan yang dimilki sangat minim sehingga menimbulkan sikap kurang percaya diri. Padahal jika disadari sekecil apapun keilmuan yang dimiliki adalah rezeki yang telah diberikan oleh Allah Swt yang harus disyukuri dan berupaya untuk melakukan akselerasi bersama.

Harapan pada Pemerintah

Zaman sekarang masyarakat kita sudah lebih kritis terhadap persoalan yang dihadapi, sedikit lebih maju daipada pada saat rezim orde baru berkasa yang berhasil menyuntik masyarakat dengan paradigma bahwa yang paling tahu tentang semuanya dan paling mampu menyelesaikan semua masalah adalah otoritas pemerintah. Syukur paradigma tersebut mulai hilang dari masyarakat kita yang juga akan memunculkan harapan akan adanya kerjasama yang sinergi dengan pemerintah dalam segala problem social, termasuk juga dalam hal pengembangan mahasiswa sebagai asset daerah.

Dengan asset tersebut pemerintah mestinya lebih peka dan lebih aktif memberikan stimulan bagi mahasiswanya untuk mau berkiprah dan membuat terobosan baru dalam membangun daerah baik dalam bentk regulasi atau hanya sekedar kompensasi yang bernilai keadilan sehingga tercipta hubungan mutual cooperative.

Kontribusi: Amri (Wakil Ketua Umum IPMALAY 07-09)

 
IPMALAY © 1988 | Designed by Lingkar Dalam Febri, in collaboration with IPMALAY | Ayo Update Kegiatan IPMALAY Dari Sini, Selamat Membaca