Dari jogja dengan budi pekerti

Kamis, 13 Maret 2008

Dari jogja dengan budi pekerti
Materi termuat Buletin IPMALAY 05


Akhir-akhir ini kita banyak meelihat di media, baik cetak maupun elektronik semakin berkembangnya tindakan-tindakan yang tidak bermoral dan tidak beradab dari kalangan anak, remaja, orang tua, sampai kakek-kakek. Merebaknya VCD porno yang kemudian banyak menimbulkan perkosaan. Menjangkitnya Miras dan Narkoba yang banyak mengakibatkan kebrutalan, pembunuhan, perampokan, perkosaan, dan tindakan-tindakan lainnya yang sudah tidak disadari oleh pertimbangan pemikiran yang jernih dan hati nurani. Mulai memudarnya rasa hormat anak (generasi muda) terhadap orang tua, kehilangan rasa kasih sayang terhadap teman sebayanya, kehilangan sikap untuk saling menasehati, saling mengingatkan, dan sikap “saling” yang lain agar masing-masing kita menemukan jalan yang terbaik untuk membentuk sebuah bentuk sistem pergaulan yang penuh kesejukan, keakraban, persaudaraan, penuh nuansa untuk maju, mencapai bentuk masyarakat yang ideal.
Fenomena-fenomena penyimpangan prilaku tersebut mencerminkan belum tertanamnya nilai budi pekerti di kalangan massyarakat, lebih-lebih penekananya pada generasi muda. Padahal generasi muda seharusnya menjadi tulang punggung keberhasilan suatu tujuan dalam masyarakat, nusa dan bangsa. Dan ini tidak lepas dari dukungan orang tua, dunia pendidikan dan masyarakat luas. Kejadian dan contoh yang timbul dimasyarakat ini harus digaris bawahi untuk selanjutnya disikapi dengan kepedulian dari berbagai kalangan.
Dalam pandangan penulis, yogyakarta sebagai salah satu ‘central’ pendidikan dinegeri ini terbukti cukup kondusif untuk menekankan budi pekerti lewat anak didik, pendidik, orang tua, bapak/ibu kos, praktisi hukum serta berbagai lapisan masyarakat yang perduli terhadap keberhasilan bangsa beradab. Dalam rangka menyikapi masalah ini, seiring dengan masuknya tahun ajaran baru 2003/2004 secara bersamaan telah dimasukan konseep nilai-nilai budi pekerti dalam pembelajaran disekolah-sekolah di kota Gudek ini, didukung kepedulian orang tua dan masyarakat. Penanaman budi pekerti ini diaktualisasikan melalui konsep yang telah dikembangkan KH Dewantara, yaitu Tri pusat pendidikan. Pertama, pendidikan orang tua. Orang tua dalam keluarga harus berfungsi ganda yaitu sebagai pengayom bagi anak-anaknya sekaligus sebagai pendidik. Ayah dan ibu harus bisa memberi contoh tindakan yang benar dan menilai mana yang salah, sehingga anak bisa menilai mana yang harus dilakukan ataupun yang harus ditinggalkan. Orang tua melakukan perbuatan yang baik untuk ditiru, harapannya adalah anak menjadi manusia yang berguna bagi pribadi, keluarga, agama, massyarakat dan bangsa.
Kedua, pendidikan sekolah. Pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi harus mampu menanamkan nilai-nilai kepribadian, sosial dan nilai moral pada anak didik, sehingga anak tersebut merasa telah diasu hingga dewasa dan berdaya guna bagi keluarga, masyarakat dan agama. Para praktisi pendidikan harus menyisipkan nilai budi pekerti disela-sela proses belajar mengajar agar proses pendidikannya berhasil sesuai yang diharapkan. Untuk itu, guru ataupun dosen harus memiliki kemampuan dasar pembelajaran di kelas, memiliki strategi manajemen tentang pembelajaran, memiliki kemampuan dalam memberikan umpan balik dan penguatan terhadap anak didik, memiliki kemampuan terhadap peningkatan diri sendiri agar tetap berkharisma dan menjadi suri tauladan bagi peserta didik.
Dalam proses pendidikan semua guru/doseen baik pegawai negeri sipil, maupun honorer sebaiknya menyadari bahwa tugas yang diemban dalam mengajar disamping mendapatkan gaji, harus dibarengi niat luhur dan sosial untuk meenanamkan nilai-nilai budi pekerti bagi para peserta didik. Sehingga melalui pendidikan ini anak didik bisa mencerminkan nilai-nilai moral, sosial dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi insan yang beradab.
Ketiga, pendidikan dilingkungan masyarakat. Masyarakat pada umumnya terdiri dari berbagai lapisan yang berbeda-beda baik usia, pendidikan, ekonomi dan status sosial maupun latar belakangnya. Dari anggota masyarakat yang beragam ini hendaknya bisa dikendalikan dengan menghidupkan play group dan taman pendidikan Al-Qur’an, kelompok remaja dan pemuda dengan pembinaan melalui pertemuan rutin, temporer dalam lingkup rukun warga atau karang taruna, kelompok dewasa dan orang tua melalui pertemuan tingkat rukun tetangga, rukun warga atau paguyuban yang lain dengan siraman rohani dan keterampilan-keterampilan. Dari masyarakat heterogen ini diharapkan saling peduli untuk memberikan teguran, pembinaan dan contoh-contoh yang rasional terhadap anggota masyarakat agar bisa diterima, saling menyadari kearah kebaikan.sehingga semangat gotong royong dalam masyarakat bisa dirasakan manfaatnya.
Dari ketiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan orang tua,lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat harus saling kerja sama dalam mewujudkan manusia yang bermoral dan beradab dalam kehidupannya. Di jogjakarta sebagai gambaran aktual dan faktual kondisi bangsa Indonesia pada umumnya, ada penurunan nilai sosial terhadap sesama manusia, rasa hormat, angkatan muda terhadap orang tua mulai luntur, keberadaan anak kos dipandang sebagai nilai ekonomi/sewa semata, belum direngkuh sebagai mana mestinya berdasarkan azas kekeluargaan. Ketiga lingkungan ini harus saling mendukung pendidikan budi pekerti ini. Sejak SD-SLTA bahkan sebaiknya ditindak lanjuti diperguruan tinggi.
Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, estetis dan demokratis serta memiliki rasa kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan luhur dari pendidikan nasional ini diharapkan bisa terwujud berdasarkan peran serta dari seluruh bangsa indonesia lahir maupun batin. Dari kota pelajar Yogyakarta ini, secara bersama-sama telah dimulai semangat untuk saling peduli terhadap keberhasilan pendidikan nasioanal maupun internasional. Dibangsa yang katanya berbudi luhur ini, selain proses pembelajaran yang sudah diberikan disekolah seyogyanya dibarengi penanaman nilai-nilai budi pekerti yang luhur.
Dalam mempertahankan predikat baik kota Yogyakarta sebagai kota pelajar, kota pariwisata dan kota budaya ini didukung beberapa hal.Pertama, melalui Tri pusat pendidikan yang berkelanjutan, pelajar bisa terkontrol dalam prilakunya, kemudian secara bersama-sama mewujudkan tindakan yang bermoral dan beradab. Kedua, mata pelajaran budi pekerti sebaiknya ditanamkan sejak dini dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Ketiga, keberadaan anak kos harus diperhatikan dan dibina supaya tidak lepas dari tujuan utama untuk belajar, mendapatkan ilmu kemudian mengamalkannya. Dalam hal ini, harus ada kontrol sosial dan kepedulian orang tua, sekolah dan masyarakat secara berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.
Keberadaan anak kos baik dari Yogyakarta maupun dari luar daerah diperhatikan dan ditanamkan rasa kebersamaan melalui pendekatan kekeluargaan bahwa anak kos merupakan keluarga baru sekaligus menjadi tanggung jawab keluarga tersebut. Hubungan sesama anak kos layaknya saudara baru yang sama-sama mencari ilmu, untuk itu masing-masing harus saling menyesuaikan agar tenggang rasa tercipta demi keakraban bersama. Pemilik kos juga sebaiknya secara rutin dan temporer meluangkan waktu untuk mengontrol sarasehan, arisan, kerja bakti dan kegiatan-kegiatan positif lainnya.
Akan lebih baik jika masyarakat peduli akan keberhasilan generasi muda baik dalam belajar maupun bekerja, sehingga generasi berikutnya menjadi orang yang berkualitas, produktif, serta memiliki ilmu yang bermanfaat. Masyarakat secara bersama-sama berkumpul dengan melibatkan penduduk asli dan pendatang baik tua maupun muda.
Media berkumpul itu bisa dalam sarasehan latihan nyinom, latihan memberikan sambutan, latihan menjadi pembawa acara dan lain-lain. Dengan sarasehan latihan seperti itu anak akan merespon nilai budi pekerti, nilai sosial dan keakraban. Anak kos akan pulang kedaerahnya, disamping dengan keberhasilan ilmunya dengan membawa serta nilai-nilai kepribadian dan budaya dari kota Yogyakarta, yang secara otomatis memberi nilai plus tersendiri bagi kota ini.
Demi mempertahankan Yogyakarta sebagai kota pelajar dan mewujudkan sebagai kota budaya dan pariwisata, ini adalah wujud kepedulian bersama-sama dari orang tua, sekolah dan masyarakat. Pendidikan budi pekerti diikut sertakan dalam proses pembelajaran agar anak didik disamping mendapat ilmu pengetahuan juga nilai kepribadian yang tercermin dalam tindakan sehari-hari sebagai insan yang bermoral dan beradab.
Dengan kesadaran yang sama kita sama berharap semoga daerah kita tercinta dapat segera berbenah diri dalam memperbaharui dunia pendidikannya.

0 komentar:

 
IPMALAY © 1988 | Designed by Lingkar Dalam Febri, in collaboration with IPMALAY | Ayo Update Kegiatan IPMALAY Dari Sini, Selamat Membaca